Soal Usul Jokowi Jadi Ketua Koalisi Partai, PSI Disebut Lagi Naikkan Posisi Tawar Pakai Usulan Absurd

Rabu, 13 Maret 2024 | 20:29 WIB
Soal Usul Jokowi Jadi Ketua Koalisi Partai, PSI Disebut Lagi Naikkan Posisi Tawar Pakai Usulan Absurd
Ketua umum baru Partai Solidaritas Indonesia, Kaesang Pangarep (tengah) bersama dengan Grace Natalie (kiri) dan Giring Ganesha (kanan) pada acara Kopdarnas Deklarasi Politik PSI di Djakarta Theater, Jakarta, Senin (25/9/2023). [Suara.com/Alfian Winanto]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) kembali menjadi perbincangan usai mengusulkan agar Presiden Joko Widodo atau Jokowi sebagai pemimpin koalisi parpol pengusung Prabowo-Gibran. Usulan itu awalnya disampaikan Wakil Ketua Dewan Pembina DPP PSI Grace Natalie.

Grace menilai, Jokowi harusnya menjadi sosok di atas semua partai-partai politik. Terlebih bisa memimpin koalisi dengan visi yang sama menuju Indonesia Maju.

Pernyataan Grace itu disampaikannya dalam salah satu podcast media massa.

Menanggapi hal itu, Manajer Riset Populi Center Dimas Ramadhan, menilai PSI sedang menaikkan posisi tawarnya dengan mengusulkan Jokowi sebagai pimpinan koalisi.

Baca Juga: Sosok Erina Gudono, Menantu Jokowi yang Disebut Jadi Calon Bupati Sleman

Maklum saja, kata dia, perolehan suara PSI sendiri hingga Pemilu 2024 ini masih terbilang kecil. Sehingga yang dibutuhkan daya tawar.

"Dari perspektif komunikasi politik, yang saya lihat PSI sedang membangun posisi tawar dihadapan partai-partai koalisi lainnya. Sebab, perolehan suara PSI termasuk yang paling kecil bila dibandingkan dengan partai lainnya," kata Dimas saat dihubungi, Rabu (13/3/2024).

"Dengan mendorong Jokowi (yang kita asumsikan saat ini tidak/belum berpartai) sebagai ketua koalisi, posisi tawar PSI akan lebih baik, jika dibandingkan posisi ketua koalisi dipegang oleh tokoh atau partai lain," Dimas menambahkan.

Kendati begitu, Dimas menyebut, mengusulkan Jokowi sebagai ketua koalisi dinilai absurd. Pasalnya, Jokowi sendiri kekinian status kepartaiannya belum jelas.

"Di sisi lain, wacana mendorong Jokowi menjadi ketua koalisi cukup absurd. Sebab untuk jadi ketua koalisi, paling tidak Jokowi harus berpartai, karena yang dipimpin ialah partai-partai politik penyokong pemerintahan," tuturnya.

Baca Juga: Punya Kemampuan Langka, Jokowi Diusulkan Jadi Ketua Koalisi Seperti Barisan Nasional Malaysia

Lebih lanjut, ia menilai yang cocok menjadi ketua koalisi ialah sosok dari partai yang presidennya terpilih. Hal itu baik untuk mencegah dualisme terjadi.

"Itu pun, idealnya dipimpin oleh partainya Presiden terpilih, seperti di era SBY. Sebab jika tidak dipimpin oleh partainya Presiden, akan berpotensi munculnya kesan dualisme, antara ketua koalisi pemerintahan, dengan kepala pemerintahan itu sendiri," pungkasnya.

Sebelumnya Wakil Ketua Dewan Pembina PSI, Grace Natalie, telah menyampaikan bahwa Jokowi seharusnya menduduki posisi ketua koalisi, mengatasi semua ketua umum partai politik dalam koalisi.

Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Grace Natalie. (Suara.com/Novian)
Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Grace Natalie. (Suara.com/Novian)

Usulan tersebut belakangan mendapat kritikan. Menurut pengamat politik dari Motion Cipta Matrix, Wildan Hakim, usulan itu hanyalah cara PSI untuk mempertahankan popularitas politik di tengah dinamika yang berubah.

Wildan berpandangan PSI berusaha memanfaatkan popularitas Jokowi untuk meningkatkan elektabilitas partai.

"PSI telah lama mengasosiasikan dirinya sebagai 'Partainya Jokowi', sebuah strategi political marketing yang mengandalkan ketokohan Jokowi," kata Wildan, dikutip Selasa (12/3/2024).

Ia menambahkan, dengan masa jabatan Jokowi yang akan berakhir, PSI mencari cara untuk tetap terhubung dengan sosok yang dianggap memberikan dampak positif bagi partai.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI