Suara.com - Kabar mengenai Joko Widodo atau Jokowi akan merapat ke Partai Golkar makin ramai diperbincangkan publik. Banyak yang menyakini Jokowi akan lebih memilih merapat ke Partai Golkar ketimbang tetap berada di PDIP.
Meski secara keanggotaan, Jokowi masih memiliki KTA PDIP. Kemungkinan Jokowi merapat ke partai senior terkesan diterima setelah pernyataan Ketum Airlangga Hartanto menyebutkan Jokowi nyaman di partai tersebut.
Namun banyak juga yang akhirnya mempertanyakan sikap para anggota senior di partai berlambang pohon beringin tersebut. Kehadiran Jokowi dan keluarga, terutama Gibran Rakabuming Raka diprediksi akan mempengaruhi posisi mereka yang sudah lebih lama di partai tersebut.
Di podcast YouTube Total Politik, dibahas bagaimana Jokowi memang membutuhkan kendaraan politik lainnya setelah tidak lagi menjabat Presiden. Jokowi pun butuh alat politik guna mengimbangi jalan sang anak Gibran Rakabuming Raka saat menjadi wakil presiden (capres).
Baca Juga: Sosok Erina Gudono, Menantu Jokowi yang Disebut Jadi Calon Bupati Sleman
Baca juga:
Ucapkan Selamat Menjalankan Ibadah Puasa, Gibran Banjir Panggilan 'Mas Wapres'
Pacari Happy Asmara? Pendidikan Gilga Sahid Kebanting Denny Caknan
Politisi Zulfan Hildan menilai posisi Jokowi di partai Golkar memang butuh dipertanyakan. Bagi sosok Jokowi, keberadaannya di partai Golkar tentu harus memiliki nilai strategis.
Seorang Jokowi tidak mungkin ditempatkan hanya sebagai anggota biasa atau kader. Selain ketua umum, Jokowi juga sebenarnya bisa didudukan sebagai Dewan Pembina.
Baca Juga: Dukungan Jokowi Merapat Partai Golkar Menguat, Idrus Marham: Ada Jalannya
Posisi Dewan Pembina layaknya mirip di Era Suharto. Meski lama berada di partai Golkar, Suharto tidak pernah menduduki posisi ketua umum (Ketum).
"Jika hanya sebagai anggota biasa saja, buat apa, misalnya hal-hal yang strategis. bisa melibatkan Jokowi, Sama seperti saat menteri Sudarmono sebagai ketum Golkar, lalu Pak Harto (Suharto), sebagai Dewan Pembina namun semua diatur pak Harto," ucapnya.
Namun politisi Partai Golkar Idrus Marham mengungkapkan dalam sebuah institusi seperti partai pun semuanya diatur saat munas, kongres atau pertemuan atau forum tertinggi lainnya.
Di forum itu nantinya diatur mengenai status yang bisa disematkan pada Jokowi.
"Bisa jadi statusnya tidak hanya kader, bisa anggota biasa, anggota kehormatan dan anggota khusus lainnya," ucapnya.
Syaratnya memang tidak harus menjadi pengurus, misalnya Jokowi dinilai memiliki kontribusi besar pada partai maka bisa diangkat menjadi anggota kehormatan.