Suara.com - Pemerintah menetapkan awal puasa Ramadhan 1445 H jatuh pada Selasa (12/3/2024). Menurut Mazhab Syafii, niat puasa Ramadhan harus dibacakan karena menjadi salah satu yang menentukan keabsahan puasa seseorang.
Mengutip laman nu.or.id, berikut ini enam lafal niat puasa Ramadhan yang sangat dianjurkan.
1. Nawaitu shauma ghadin ‘an ad’i fardhi syahri Ramadhna hdzihis sanati lillhi ta‘l
Artinya: Aku berniat puasa esok hari demi menunaikan kewajiban bulan Ramadhan tahun ini karena Allah ta’ala.
Kata “Ramadhana” dianggap sebagai mudhaf ilaihi sehingga diakhiri dengan fathah yang menjadi tanda khafadh atau tanda jarrnya. Sedangkan kata “sanati” diakhiri dengan kasrah sebagai tanda khafadh atau tanda jarr dengan alasan lil mujawarah.
2. Nawaitu shauma ghadin ‘an ad’i fardhi syahri Ramadhna hdzihis sanata lillhi ta‘l
Artinya: Aku berniat puasa esok hari demi menunaikan kewajiban bulan Ramadhan tahun ini karena Allah ta’ala.
Kata “Ramadhana” dianggap sebagai mudhaf ilaihi sehingga diakhiri dengan fathah yang menjadi tanda khafadh atau tanda jarrnya. Sedangkan kata “sanata” diakhiri dengan fathah sebagai tanda nashab atas kezharafannya.
3. Nawaitu shauma ghadin ‘an ad’i fardhi syahri Ramadhni hdzihis sanati lillhi ta‘l.
Artinya: Aku berniat puasa esok hari demi menunaikan kewajiban bulan Ramadhan tahun ini karena Allah ta’ala.
Kata “Ramadhani” dianggap sebagai mudhaf ilaihi yang juga menjadi mudhaf sehingga diakhiri dengan kasrah yang menjadi tanda khafadh atau tanda jarrnya. Sedangkan kata “sanati” diakhiri dengan kasrah sebagai tanda khafadh atau tanda jarr atas badal kata "hdzihi" yang menjadi mudhaf ilaihi dari "Ramadhani".
4. Nawaitu shauma Ramadhna
Artinya: Aku berniat puasa bulan Ramadhan.
5. Nawaitu shauma ghadin min/'an Ramadhna
Artinya: Aku berniat puasa esok hari pada bulan Ramadhan.
6. Nawaitu shaumal ghadi min hdzihis sanati ‘an fardhi Ramadhna.
Artinya, “Aku berniat puasa esok hari pada tahun ini perihal kewajiban Ramadhan.”
Perbedaan redaksi pelafalan ini tidak mengubah substansi lafal niat puasa Ramadhan. Redaksi (1) dikutip dari Kitab Minhajut Thalibin dan Perukunan Melayu.
Sementara, redaksi (2) dan (6) dinukil dari Kitab Asnal Mathalib. Redaksi (3) dikutip dari Kitab Hasyiyatul Jamal dan Kitab Irsyadul Anam. Sedangkan redaksi (4) dan (5) diambil dari dari Kitab I’anatut Thalibin.