Suara.com - Dalam lima bulan terakhir, usai penyerangan terhadap warga Israel, diperkirakan hampir 31 ribu warga Palestina terbunuh di Gaza.
Bahkan, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan setidaknya 13.000 'teroris' terbunuh selama Perang Israel melawan Hamas di Jalur Gaza pada Minggu (10/3/2024).
Netanyahu sendiri berjanji akan terus melancarakan agresi militer di wilayah selatan Gaza.
"Kami sangat dekat dengan kemenangan… Begitu kami memulai aksi militer terhadap batalyon teror yang tersisa di Rafah, hanya tinggal menunggu beberapa minggu saja sampai fase pertempuran intensif selesai," tulis surat kabar Bild mengutip ucapan Netanyahu.
Baca Juga: Ramadhan Kelam di Gaza, Pengungsi di Rafah: Kami Telah Berpuasa Selama Lima Bulan
Sebelumnya, Presiden Amerika Serikat Joe Biden mendesak Netanyahu agar tidak melancarkan serangan besar-besaran di Rafah sampai Israel menyusun rencana evakuasi massal warga sipil. Sebab, lebih dari separuh total 2,3 juta penduduk Gaza berlindung di kawasan Rafah.
Biden sendiri mengungkapkan bahwa Rafah termasuk 'redline'. Meski mengecam Israel yang akan menyerang Rafah, Biden mengatakan pihaknya tidak bisa meninggalkan negara tersebut.
"Itu adalah garis merah tetapi saya tidak akan pernah meninggalkan Israel. Pertahanan Israel masih penting. Jadi tidak ada garis merah (di mana) saya akan memotong semua senjata sehingga mereka tidak memiliki Iron Dome untuk melindungi mereka," katanya saat ditanya MSNBC, Sabtu lalu.
Sementara itu, media Politico mengutip Netanyahu bahwa Pasukan Israel akan menyerang Rafah.
"Anda tahu, saya memiliki garis merah. Tahukah kamu apa garis merahnya, agar tanggal 7 Oktober tidak terjadi lagi. Tidak akan pernah terjadi lagi," katanya Minggu kemarin.
Baca Juga: Google Pecat Karyawan yang Bela Palestina
Sementara itu, Kementerian Kesehatan Gaza belum bisa merinci jumlah korban tewas antara warga sipil dan militan Hamas.
Namun, Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan bahwa 72 persen dari mereka yang tewas merupakan perempuan dan anak-anak.
Hamas sendiri menolak pernyataan Israel yang menyebut jumlah korban militan sebagai upaya untuk menggambarkan 'kemenangan palsu'.