Suara.com - Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto terang-terangan menuduh ada kekuatan besar di belakang Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam menggelar Pemilu 2024. Namun, penyelenggara pemilu itu disebutnya pura-pura tidak tahu.
"Ya ini kan kekuatan di belakang KPU. KPU-nya enggak tahu. Bahkan KPU sendirikan pura-pura enggak tahu ketika IP addressnya dipindahkan. Mereka menyangkal, baru setelah ada bukti mengakui," kata Hasto saat menjawab pertanyaan awak media di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (9/3/2024).
Hasto awalnya menanggapi pernyataan KPU yang membantah telah mengunci suara pasangan Ganjar-Mahfud di Pilpres 2024 di kisaran 17 persen. Dia menegaskan pihaknya memiliki bukti bawah Pilpres 2024 harusnya berjalan dua putaran.
Baca Juga
- Diungkap Mahfud MD, Begini Respon Ganjar Usai Dilaporkan ke KPK
- Selepas Ditinggal Ganjar, Bursa Cagub Jateng Mulai Ramai Diisi Tokoh Muda, Siapa Saja?
- Sederet Nama yang Masuk Bursa Cagub Jateng, Siapa yang Bakal Jadi Penerus Ganjar?
"Bahkan kemudian kami punya bukti juga dari pakar IT, ketika Json script dinormalisasi, sebenarnya ini dua putaran, tapi nanti biar mereka yang berbicara," kata Hasto.
Ia lantas menyebut adanya peran raksasa perusahaan asal China, Alibaba terkait perekaman data pemilu. Dia juga menyebut adanya kepentingan geopolitik.
"Bagaimana mungkin data penting kita, direkam menggunakan swasta, yaitu Alibaba. Dan ada kepentingan geopolitik dan pertarungan antara Amerika dan China, sehingga ini sudah tidak benar semuanya, cara-cara berpolitik kita sudah mereduksi kedaulatan kita sebagai bangsa," bebernya.
Sebelumnya, Ketua KPU Hasyim Asy'ari membantah mengatur perolehan suara kandidat pasangan capres-cawapres.
"KPU tidak pernah mematok suara si A, si B dan seterusnya, partai ini partai itu sekian. Sejak awal itu enggak ada karena pemungutan suara ini kan bersifat langsung," ujar Hasyim di Kantor KPU RI, Jakarta, Jumat (8/3/2024).
Menurut Hasyim, yang menentukan perolehan suara adalah para pemilih yang menggunakan hak pilihnya pada hari pencoblosan Rabu (14/2) lalu.
Sebagai penyelenggara Pemilu KPU kata dia, tidak bisa mengontrol jumlah pemilih yang hadir ke tempat pemungutan suara (TPS) apalagi perolehan suara yang merupakan hasil dari pencoblosan.
Oleh karena itu, ia pun menjelaskan perolehan suara berupa suara maupun yang dikonversi ke persentase itu murni berasal dari penghitungan suara secara berjenjang dari TPS.