Suara.com - Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) DKI Jakarta, Budi Awaluddin, menyebut kebijakan penghapusan Nomor Induk Kependudukan (NIK) bagi warga Jakarta akan dimulai pada bulan April 2024.
Kekinian kata Budi, pihaknya tengah menunggu Komisi Pemilihan Umum (KPU) selesai melakukan rekapitulasi suara Pemilu. Dengan ada
"(April) ya, kan kita menunggu pasca pemilu 2024 ya," ujar Budi kepada wartawan, Jumat (8/3/2024).
"Kita menghormati rekomendasi Komisi A kemarin. Pada waktu kita sosialisasikan di DPRD, rekomendasi Komisi A meminta dilaksanakan pada setelah Pemilu," ucapnya menambahkan.
Baca Juga: Ribuan Warga Jakarta Masih Coblos Purwanto, Caleg DPRD dari Gerindra yang Sudah Meninggal
Lebih lanjut, Budi juga menyebut penghapusan NIK dilakukan secara bertahap. Tak semua warga Jakarta yang tinggal di luar daerah langsung dicoret.
"Sementara kita masih bertahap. Banyak yang meninggal yang belum dicatatkan ke kita. Sehingga, yang masih aktif datanya, itu kita nonaktifkan," tuturnya.
Selain itu, ada juga sejumlah warga yang memang tinggal di alamat yang beririsan dengan daerah lain hingga RT atau RW yang sudah tidak ada. Budi menyebut pihaknya akan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengklarifikasi hal ini nantinya.
"Lalu RT yang sudah dihapuskan, banyak masyarakat yang masih memakai (alamat) itu, jumlahnya juga cukup banyak, ada 13 ribuan. Itu juga kita nonaktifkan," pungkasnya.
Sebelumnya, Ketua Komisi A DPRD DKI, Mujiyono menjelaskan alasan pihaknya minta Pemprov DKI menunda kebijakan membekukan KTP bagi warga Jakarta yang berdomisili tak sesuai alamat terdaftar. Ia khawatir jika dijalankan sesuai rencana pada bulan Maret ini, maka akan mengganggu proses perhitungan suara Pemilu.
Baca Juga: NIK Janggal pada DPT di Kaltim, KPU: Salah Input
Menurutnya, Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang tertera dalam KTP berkaitan dengan Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu. Jika ada yang dibekukan, dikhawatirkan nantinya akan membuat kebingungan.
"Iya, setelah pemilu. Karena takut terjadi hal hal tidak diinginkan terkait DPT makanya kita rekomendasikan ganti (dari maret) jadi setelah Pemilu," ujar Selasa (27/2/2024).
Politisi Demokrat ini mencontohkan salah satu contoh kesulitan yang akan dialami adalah adanya pemilih yang tak terkonfirmasi data kependudukannya. Padahal, si pemilih sudah melakukan pencoblosan di tempat itu.
"Karena salah satu kuncinya, misal orang punya KTP di Pondok Kelapa, yang bersangkuta tidak ada di situ, kemudian RT RW-nya sendiri juga enggak tau, ini warga tercatat di gue, ada di mana juga ga tau," ungkapnya.