Suara.com - KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau yang dikenal dengan Gus Baha mengatakan jika definisi bahagia sangatlah luas dan tidak sempit berdasarkan pandangan satu kelompok.
Gus Baha menilai bahwa bahagia tidak harus menjadi pejabat negara, memiliki kendaraan bagus atau pun bergelimang harta. Menurutnya, setiap manusia bisa menciptakan kebahagiaan sendiri sesuai kondisi masing-masing, tanpa harus mengganggu orang lain.
"Selama ini kita sering salah membuat definisi bahagia. Bahagia itu ketika jadi dosen, jadi rektor, jadi menteri, sehingga orang itu tidak sempat bahagia dengan kesehariannya. Padahal bahagia tidak harus begitu," ujarnya dikutip dari laman nu.or.id, Jumat (8/3/2024).
Kata Gus Baha, seseorang memiliki jabatan tinggi di struktur pemerintahan belum tentu bahagia lantaran setiap hari bergelut dengan setumpuk tugas dari pagi hingga pagi lagi. Bahkan, ia tak bisa menikmati waktu bersama keluarga dan istirahat di rumah.
"Sementara jadi pejabat pagi-pagi harus ke kantor, disuruh ini dan itu. Jadi menteri disuruh-suruh presiden. Kadang tidak bisa istirahat dan ngopi," tutur dia.
Lebih lanjut, Gus Baha juga menjelaskan bahwa bahagia adalah milik semua makhluk Allah. Tidak penting latar belakang dan status sosialnya.
"Bahagia seperti ini jangan ditolak, biarkan saja. Jadi itu penting mengelola kebahagiaan. Bahagia itu harus dilatih," sebutnya.
Gus Baha juga menyampaikan jika bahagia versi kekasih Allah adalah bisa melakukan sujud dan selalu dekat dengan Allah. Meskipun kehidupannya sederhana, asal bisa beribadah dan bebas sujud kepada Allah, maka hal itu sudah sangat bahagia.