Suara.com - Anindito Aditomo, selaku Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyinggung rencana penetapan Kurikulum Merdeka sebagai kurikulum nasional pada tahun ini.
Hingga saat ini, hanya sekitar 27 persen sekolah atau satuan pendidikan yang belum menerapkan kurikulum tersebut.
Anindito menjelaskan, "Kami akan menetapkan Kurikulum Merdeka sebagai kurikulum nasional pada tahun 2024, namun hal ini bukan hal baru bagi sebagian besar sekolah."
Dia menambahkan bahwa sekitar 27 persen sekolah masih perlu bantuan intensif agar dapat menerapkan kurikulum tersebut.
Baca Juga: Anies Pernah Bangun Daycare Level Dunia di Kemendikbud, Kini Tinggal Cerita Usai Digusur
Hal ini disampaikan setelah sebelumnya ramai di media sosial terkait potensi diluncurkannya Kurikulum Nasional sebagai pengganti Kurikulum Merdeka bulan depan.
Menurut dia, ada dampak positif dari penerapan Kurikulum Merdeka selama tiga tahun terakhir, terutama dalam peningkatan literasi dan numerasi siswa.
Dalam jangka panjang, kata dia, ada dampak positif terhadap literasi dan numerasi siswa di sekolah yang menerapkan Kurikulum Merdeka.
"Ini terlihat semakin pesat dan tinggi, terutama jika dibandingkan dengan sekolah yang masih menggunakan Kurikulum 2013," ujarnya.
Sebagai catatan, Kurikulum Merdeka Belajar merupakan hasil evaluasi dari kurikulum sebelumnya, yaitu Kurikulum 2013. Kurikulum ini resmi diluncurkan oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim pada Februari 2022.
Baca Juga: Kurikulum Merdeka Dukung Anak Kenali Minat dan Bakat Sejak Dini
Pada saat peluncuran, Nadiem mengungkapkan bahwa Kurikulum Merdeka dirancang untuk mengatasi tantangan pendidikan selama pandemi Covid-19. Ia juga menegaskan bahwa kurikulum ini akan mengubah pola pembelajaran menjadi lebih fleksibel.
Kurikulum ini memiliki beberapa keunggulan, termasuk penghapusan program peminatan bagi siswa SMA. Siswa SMA kini dapat memilih mata pelajaran sesuai dengan minat dan aspirasi mereka selama dua tahun terakhir sekolah.
Selain itu, kebebasan dalam memilih juga diberikan kepada guru dan sekolah. Nadiem menyatakan bahwa guru akan memiliki kewenangan untuk menyesuaikan fase kurikulum sesuai dengan tingkat pencapaian dan perkembangan murid-murid.