Suara.com - Nama Menteri Investasi Bahlil Lahadalia mendadak disorot dan menjadi pembahasan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi lantaran disebut-sebut menerima suap dari perizinan tambang. Dugaan suap Menteri Bahlil itu mencuat dari hasil investigasi Majalah TEMPO.
Soal nama Bahlil yang kini menjadi obrolan pimpinan lembaga antirasuah itu diungkapkan oleh Wakil Ketua KPK Alexander Marwata.
"Ya informal saja, pas ketemu, ada berita Tempo menarik nih laporan investigasi," ujar Alexander Marwata saat ditemui awak media di gedung Merah Putih KPK, Jakarta pada Rabu (6/3/2024).
Menurutnya, pemberitaan Majalah TEMPO juga menjadi informasi bagi pusat pengaduan masyarakat KPK. Alex meyakini pemberitaan itu ditulis dengan berbasis data.
Baca Juga: Dilaporkan ke KPK, Ganjar Pranowo Pilih Bersantai di Jogja Bareng Istri
"Tentu itu juga jadi informasi buat kami di dumas (pusat pengaduan masyarakat) supaya lakukan telahan informasi-informasi-informasi itu. Saya yakin wartawan menulis itu juga berbasis data," tegasnya.
"Saya sih berharap wartawan yang nulis atau investigatornya dari TEMPO itu bisa memberikan sedikit clue juga ke kami," sambungnya.
Sementara, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak juga mengamini, pemberitaan itu menjadi pembicaraan mereka.
"Secara bersama-sama secara formal, resmi itu belum. Tetapi kami sudah mulai mendiskusi person per person oleh pimpinan," katanya.
Namun demikian hal itu nantinya akan menjadi pembahasan pimpinan KPK.
Baca Juga: Ini Bantahan Ganjar Pranowo Usai Dilaporkan IPW ke KPK Kasus Gratifikasi
"Kami akan bahas nanti, terkait dengan hal itu nanti kami bahas begitu," katanya.
KPK Didesak Periksa Bahlil
Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto mendesak KPK memeriksa Bahlil dalam kapasitasnya sebagai Kepala Satuan Tugas Penataan Penggunaan Lahan dan Penataan Investasi.
Disebutnya, dengan jabatan itu Bahlil diduga melakukan penyalagunaan wewenang dalam mencabut dan mengaktifkan kembali Izin Usaha Pertambangan (IUP) serta Hak Guna Usaha (HGU) lahan sawit di beberapa daerah.
Mulyanto menyebut, Bahli dikabarkan menerima uang miliaran rupiah atau penyertaan saham di masing-masing perusahaan sebagai imbalan pengaktifan kembali izin tambang.
"Keberadaan satgas penataan penggunaan lahan dan penataan investasi juga tumpang tindih. Harusnya tugas ini menjadi domain Kementerian ESDM karena UU dan kepres terkait usaha pertambangan ada di wilayah kerja Kementerian ESDM bukan Kementerian Investasi," kata Mulyanto lewat keterangananya.
Selain itu, wakil ketua Fraksi PKS ini juga menyebut, satgas yang dipimpin Bahlil sarat kepentingan politik. Terlebih menurutnya, dibentuk jelang kampanye pilpres 2024, sehingga dinilai sebagai upaya legalisasi pencarian dana pemilu untuk salah satu peserta.
"Terlepas dari urusan politik saya melihat keberadaan satgas ini akan merusak ekosistem pertambangan nasional. Pemerintah terkesan semena-mena dalam memberikan wewenang ke lembaga tertentu," tegasnya.
"Urusan tambang yang harusnya jadi wewenang Kementerian ESDM kini diambil alih oleh Kementerian Investasi. Padahal terkait pengelolaan tambang tidak melulu bisa dilihat dari sudut pandang investasi tapi juga terkait lingkungan hidup dan kedaulatan pemanfaatan sumber daya alam nasional," jelas Mulyanto