Suara.com - Presiden RI ke-2 Soeharto kembali diwacanakan untuk bisa mendapat gelar pahlawan nasional. Wacana ini muncul setelah Presiden Jokowi memberikan pangkat Jenderal Kehormatan kepada mantan mantu Soeharto, Prabowo Subianto.
Terkait wacana tersebut, politikus Golkar Melchias Markus Mekeng menyambut baik. Menurut Wakil Ketua Umum DPP Golkar itu, Soeharto punya jasa terhadap bangsa Indonesia. Terlebih dengan kepemimpinanya selama 32 tahun.
"Karena beliau punya jasa terhadap bangsa ini baik sebelum kemerdekaan maupun dalam mengisi kemerdekaan sebagai Presiden RI ke-2," ujarnya kepada Suara.com, Kamis (29/2).
Baca Juga:
Baca Juga: Dear Pak Jokowi, Begini Pesan Ernest Jika Soeharto Dijadikan Pahlawan Nasional
- Sisi Tak Terungkap Prabowo Saat di Kopassus Dibongkar Mantan Gubernur Jakarta
- Alhamdulillah! Calon Menantu Susi Pudjiastuti Masuk Islam, Ikrar Syahadat Dibimbing Ketum Muhammadiyah Haedar Nashir
- Bak Bumi dan Langit: Gathan Saleh Hilabi Nembak Orang Buron, Adiknya Bantu Orang Susah
Kendati begitu, ia mengatakan di internal partai Golkar sendiri wacana tersebut belum menjadi pembahasan.
"Sampai saat ini Golkar belum membicarakan wacana tersebut," tuturnya.
Pro dan kontra pun bermunculan dengan wacana Soeharto mendapatkan gelar Pahlawan Nasional. Banyak publik yang menolak wacana itu, mengingat rekam jejak pemerintahannya selama 32 tahun.
Soeharto letakkan jabatan setelah 32 tahun berkuasa. Soeharto turun dimulai dengan adanya Gerakan Reformasi 1998, dengan turunnya mahasiwa dan rakyat.
Pemerintahan Soeharto semakin disorot setelah Tragedi Trisakti pada 12 Mei 1998 yang menyebabkan empat mahasiswa tertembak mati dan kemudian memicu Kerusuhan Mei 1998 sehari setelahnya.
Baca Juga: Mencuat Wacana Soeharto Diberi Gelar Pahlawan Nasional, Seberapa Besar Jasanya Pada Bangsa?
Gerakan mahasiswa pun meluas hampir di seluruh Indonesia. Di bawah tekanan yang besar dari dalam maupun luar negeri, Soeharto akhirnya memilih untuk mengundurkan diri dari jabatannya pada 21 Mei 1998 atau 7 bulan setelah mendapat gelar jenderal bintang lima.
Sepanjang berkuasa 32 tahun, Soeharto memiliki sejumlah catatan hitam. Selain itu, ada hal menarik tentang sosok The Smiling General ini.
Soeharto kerap dikaitkan dengan cerita-cerita klenik dan mistis. Bahkan seperti dikutip dari Hops.id--jaringan Suara.com, bahwa Soeharto memiliki keilmuan lanjutan di bidang spiritual.
Bersumber dari video akun Youtube Indonesia Insider, Soeharto konon memiliki ilmu petung, wangsit, pulung, serta keilmuan spiritual lainnya. Bahkan di masa mudanya ia dikatakan sering melakukan berbagai tirakat dan dengan hal berbau mistis.
Untuk informasi, dikutip dari sejumlah sumber, Ilmu Petung ialah ilmu yang digunakan untuk menentukan penanggalan. Di Jawa ada dua paham dalam Ilmu Petung ini, pertama dikenal sebagai perhitungan ABOGE yang artinya Tuhan nya Alif tanggal 1 Asyuro/ Muharam jatuh pada hari Rabu Wage.
Selain itu dari sumber buku berjudul 'Kisah-kisah Perjuangan Perang Kemerdekaan 1945-1949' karya T. Wedy Utomo disebutkan bahwa salah satu anak buah Soeharto bernama Sujud pernah melihat hal mistis atasannya itu saat di medan perang.
Sujud klaim bahwa Soeharto memiliki ilmu kanuragan. Cerita Sujud kemudian dikaitkan dengan Serangan Umum 1 Maret 1949. Terkait peran Soeharto di peristiwa sejarah ini juga terjadi pro dan kontra di kalangan sejahrawan.
"Peluru Belanda berseliweran di sekitarnya, tapi tak satupun yang mampu menembus kulitnya," kata Sujud seperti dinarasikan oleh pembuat video akun Youtube Indonesia Insider.
Cerita yang disampaikan oleh Sujud ini kemudian diamini oleh anak buah Soeharto lainnya bernama Soerjono. Di buku berjudul Pak Harto: The Untold Stories karya Mahpudi, Soerjono mengatakan bahwa Soeharto punya mental baja dan selalu berada di barisan depan medan pertempuran.
"Saya sering diminta menempatkan posisi diri di belakang beliau. Percaya atau tidak, Pak Harto seperti tidak mempan ditembak," katanya.
Sementara di buku Dunia Spiritual Soeharto: Menelusuri Laku Ritual, Tempat-Tempat dan Guru Spiritualnya karya Arwan Tuti Artha disebutkan Soeharto melaksanakan upacara-upacara kejawen, tapi juga dalam menjalankan roda pemerintahan yang dipimpinnya selama tiga dekade.
Dari sumber yang ada di buku itu, terungkap beberapa tempat yang sering dikunjungi Soeharto guna mencari berkah, di antaranya padepokan Langlang Buana di Desa Srandil Cilacap, makam pangeran Purbaya di Desa Maguwoharjo Sleman Yogyakarta.
Lalu ada Watu Gilang (tempat bersemedi Panembahan Senopati), juga di Tugu Soeharto yang terletak di sungai Kaligarang Semarang di mana Soeharto sering kungkum untuk mencari wangsit.
Majalah Tempo dalam edisi khusus 10 Februari 2008 sempat mengulas soal sisi mistis Soeharto dalam artikel berjudul 'Soedjono dan 'Orde Dhawuh'.
Di artikel itu, Soeharto disebut menghapus posisi staf pribadi usai kerusuhan anti-Jepang, Malapetaka 15 Januari (Malari).
"Soedjono tidak memiliki jabatan penting," tulis Majalah Tempo. "Tapi banyak yang menyebut, pada saat itulah Soedjono aktif mendukung Soeharto secara spiritual."