Konflik Bersenjata Pecah di Yahukimo, KontraS Kecam Tindakan Aparat TNI-Polri

Senin, 26 Februari 2024 | 18:06 WIB
Konflik Bersenjata Pecah di Yahukimo, KontraS Kecam Tindakan Aparat TNI-Polri
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS). [Dok]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyoroti tindakan kekerasan oleh TNI-Polri pada peristiwa konflik bersenjata di Distrik Dekai, Kabupaten Yahukimo, Papua pada 22 Februari 2024. Dalam peristiwa itu, KontraS menyebut satu anggota Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) meninggal dunia dan dua orang warga sipil ditangkap.

"KontraS mengecam keras penggunaan pendekatan keamanan dalam penanganan konflik bersenjata oleh pasukan TNI/Polri yang terjadi di kali Braza, Distrik Dekai," kata Koordinator KontraS Dimas Bagus Arya lewat keterangan yang diterima Suara.com, Senin (26/2/2024).

KontraS menilai, pendekatan pengamanan dalam penanganan konflik di Papua memiliki implikasi buruk terhadap penyelesaiannya dan penghormatan hak asasi manusia atau HAM.

"Hal itu berimplikasi terhadap eskalasi konflik yang terus meningkat melalui pelbagai kasus-kasus yang berujung tindakan penangkapan sewenang-wenang, kekerasan, penyiksaan dan/atau penganiayaan terhadap warga sipil orang asli Papua, bahkan hingga berakibat hilangnya nyawa," ujar Dimas.

Baca Juga: Demo di Depan Kantor ICW, Massa Bakar Ban dan Tuduh Sebarkan Makar

Dimas juga bilang, kasus-kasus itu semakin mencerminkan penghormatan (to respect), perlindungan (to protect), dan pemenuhan (to fulfil) terhadap HAM menjadi persoalan serius sebagai akibat dari penggunaan pendekatan keamanan dalam penanganan konflik di Papua.

"Kami berpendapat, apabila terjadi dugaan kejahatan, pendekatan yang mesti digunakan ialah proses hukum oleh aparat kepolisian berdasarkan hukum acara," katanya.

Disebutnya, jika terdapat ancaman, tindakan berdasarkan Perkap Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian menitik beratkan pada tindakan yang harus dilakukan berupa kekuatan yang memiliki dampak pencegahan, perintah lisan, kendali tangan kosong lunak, kendali tangan kosong keras hingga kendali senjata tumpul.

"Secara bertahap upaya-upaya tersebut semestinya dilakukan secara maksimal dalam mengurai gangguan keamanan yang terjadi dengan tetap berpegangan pada prinsip nesesitas, proporsionalitas dan masuk akal (reasonable)," terangnya.

Lebih lanjut terkait penembakan yang dilakukan aparat terhadap salah satu orang yang diduga berafiliasi dengan TPNPB-OPM, KontraS menilai hal itu terindikasi terjadi pelanggaran HAM, yakni bentuk pembunuhan di luar hukum (extra judicial killing).

Baca Juga: 35 TPS di Papua Nyoblos Ulang, Logistik Molor hingga KPPS Terpaksa Hitung Suara sampai Pagi

"Yang jelas telah melanggar hak untuk hidup–hak asasi manusia paling utama yang dilindungi oleh hukum internasional dan konstitusi Indonesia, serta hak untuk bebas dari perlakuan yang kejam dan tidak manusiawi sebagaimana diatur dalam Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR) yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui UU No. 12/2005," kata Dimas.

Sementara terkait dengan penangkapan terhadap dua orang, disebut KontraS merupakan seorang remaja anak berinisial SB (17) dan remaja berinisial BE (18), telah terjadi pelanggaran hak anak.

"Hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan bebas dari kekerasan serta diskriminasi. Padahal Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak telah menjamin bahwa setiap anak berhak untuk mendapatkan perlindungan dari segala bentuk tindakan kekerasan," katanya.

Atas peristiwa tersebut KontraS menyampaikan lima desakan:

1.Presiden RI untuk mengambil langkah-langkah strategis dan komprehensif dengan memperhatikan akar permasalahan di papua guna mencegah berlanjutnya praktik kekerasan yang membahayakan keselamatan warga sipil, termasuk melakukan evaluasi atas pendekatan keamanan yang selama ini ditempuh.

2. Kapolri memerintahkan Kabareskrim c.q Karowassidik untuk melakukan pengawasan insidentil terhadap pemeriksaan warga sipil guna yang dilakukan oleh Satreskrim Polres Yahukimo guna menjamin penuh serta memastikan perlindungan harkat dan martabat terhadap salah seorang anak yang ditangkap;

3. Panglima TNI memerintahkan Komandan Pusat Polisi Militer (PUSPOM) TNI untuk segera melakukan pemeriksaan dan evaluasi menyeluruh terhadap para personil TNI AL yang diduga kuat melakukan pelanggaran ketika menangkap dua warga papua di sungai Braza.

4. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) & Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) melakukan tindakan responsif dalam melindungi dua orang anak yang ditangkap dan diperiksa oleh aparat kepolisian dalam hal ini Polda Papua dan Polres Yahukimo.

Bantahan TNI

Sebagaimana diketahui peristiwa tersebut pertama kali diungkap akun Instagram Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) dengan nama pengguna @pbhi_nasional.

Terkait itu, Kapen Kogabwilhan III Kolonel Czi Gusti Nyoman Suriastawa membantah narasi yang disampaikan PBHI dalam unggahan akun Instagram tersebut. Nyoman mengatakan pria yang ditangkap oleh anggota TNI tersebut merupakan bagian dari Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) atau yang disebut Kelompok Separatis Teroris Papua (KSTP).

Menurut penuturan Nyoman, aparat TNI melakukan pengejaran terhadap KSTP pascainsiden penembakan pesawat Wings Air di Bandara Nop Goliath Dekai, Yahukimo. Dalam upaya pengejaran tersebut terjadi kontak tembak antara aparat TNI dan KSTP pada Kamis (22/2) kemarin.

“Pasukan TNI Satgas Yonif 7 Marinir pimpinan Mayor Mar Harionon yang sedang melaksanakan pengamatan di area asal penembakan pesawat Wings Air seputar Sungai Braza, terjadi kontak tembak dengan KSTP, satu orang KSTP tewas, dua orang KSTP tertangkap hidup,” kata Nyoman kepada wartawan, Jumat (23/2).

Berdasar laporan di lapangan, kata Nyoman, aparat TNI terlibat kontak tembak dengan 10 anggota KSTP.

"Ketika terjadi kontak tembak mereka berhamburan lari menyelamatkan diri termasuk senjatanya, kita akan terus lakukan pengejaran untuk memberikan rasa aman kepada masyarakat dan khususnya keamanan saat operasional penerbangan di areal bandara tersebut,” katanya.

Di lain lokasi, lanjut Nyoman, kontak tembak juga terjadi antara Satgas Yonif 411/Pdw dengan KSTP di Wilayah Distrik Paro Kabupaten Nduga, Papua Pegunungan.

"Iya di tempat berbeda di Paro Nduga juga terjadi kontak tembak antara personel Satgas Yonif 411/Pdw Pos Paro yang sedang melaksanakan Ambush dengan KSTP yang berjumlah 5 orang. Dilaporkan satu KSTP terkena tembakan, namun berhasil ditarik dan dibawa lari oleh KSTP lainnya,” pungkasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI