Suara.com - Ahli hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra mengungkapkan sejumlah analisanya ketika nantinya pasangan calon atau paslon nomor urut 1 dan 3 melakukan gugatan Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Dijelaskan Yusril, jika Pemilu memiliki ketetapan hukum jika dilakukan dengan dua mekanisme, yakni pengumuman dilakukan KPU dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) jika ada sengketa. Sikap ini bisa ditempuh baik oleh pasangan calon atau paslon nomor urut 1, AMIN dan paslon nomor urut 3, Ganjar Pranowo.
Meski belum mengetahui apakah kedua paslon akan mengajukan gugatan secara bersama-sama, Yusril mengungkap sejumlah analisa berikut:
1. Hak Angket tidak bisa batalkan Pilpres
Dalam Undang-Undang memang diatur mengenai hak angket, namun hak angket tidak bisa menjadi solusi dalam perkara sengketa Pemilu termasuk Pilpres.
Kerena hak angket sendiri tidak diatur dalam UU Pemilu sebagai bagian dari penyelesaian sengketa Pemilu.
"Hasil Pemilu itu hanya 2, yakni hasil Pemilu yang diumumkan KPU, lalu jika tidak puas ke MK. Jika tidak ke MK, keputusan KPU sudah final yang waktunya hanya seminggu dan jika sudah lewat, tidak bisa diapa-apakan lagi. Itu pula yang menjadi pegangan bagi DPR pelantikan Presiden dan wakilnya," jelas Yusril.
2. Angket Tak Jelas Kapan Selesainya
Hak yang melekat pada DPR ini pun dinilai tidak jelas kapan akan selesainya. "Angket sifatya umum, jika spesifik Pemilu sudah ada MK. Lag spesialisnya sudah ada, yakni UU Pemilu yang menyelesaikan sengketa dengan MK," ucapnya.
Baca Juga: Mahfud MD Sebut Video Hoax Ini Lucu
"Angket dilakukan 25 orang, minimal 2 fraksi, lalu dilakukan paripurna, apa masih sempat DPR lakukan itu. Misalnya jika sudah ada paripurna diputuskan hak angket nanti kesimpulan sifatnya rekomendasi, jika ada temuan dan pelanggaran, minta pada jaksa dan polisi, tapi angket tidak membatalkan hasil Pemilu," ucap Yusril.