Suara.com - Menteri Perindustrian RI periode 2014-2016, Saleh Husin, meraih gelar doktor dari Sekolah Kajian Strategik dan Global (SKSG) Universitas Indonesia (UI).
Ia berhasil menyabet gelar tersebut usai menjalani Sidang Terbuka Promosi Doktor yang digelar di Makara Art Center, Kampus UI, Depok, Sabtu (24/2/2024).
Baca Juga:
Pesan Menohok Mahfud MD: Video Pemimpin Dzalim Dihabisi Rakyat, Sindir Siapa?
Baca Juga: Pembangunan Smelter, Komitmen Grup Pertambangan Percepat Hilirisasi
2024 The End of Amien Rais, Qodari Tertawa Lepas: Dia Cuma Kecambah bukan Pohon Besar
Saleh mengangkat disertasi dengan judul “Hilirisasi Industri Sawit untuk Memperkuat Perekonomian Nasional dan Meningkatkan Posisi Tawar Indonesia dalam Perdagangan Dunia”.
Dalam paparan disertasinya, Saleh Husin menegaskan bahwa Indonesia sebagai produsen sawit terbesar di dunia, seharusnya dapat mengendalikan perdagangan minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) pada pasar internasional.
“Hilirisasi dapat memperkuat perekonomian nasional dengan meningkatkan nilai ekspor, menurunkan impor, menghemat devisa, sehingga menambah produk domestik bruto,” kata Saleh Husin dikutip melalui keterangan persnya, Minggu (25/2/2024).
Baca Juga: Bisa Jadi Titik Temu Supply and Demand, Kemnaker Puji Days of Law Career (DoLC) 2024
Dalam paparan disertasinya, Saleh Husin menegaskan bahwa Indonesia sebagai produsen sawit terbesar di dunia, seharusnya dapat mengendalikan perdagangan minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) pada pasar internasional.
“Hilirisasi dapat memperkuat perekonomian nasional dengan meningkatkan nilai ekspor, menurunkan impor, menghemat devisa, sehingga menambah produk domestik bruto,” kata Saleh Husin.
Lebih lanjut, Saleh mengungkapkan, hilirasi dapat meningkatkan produktivitas petani sawit, maupun industri pengolahan sawit, sehingga menyerap tenaga kerja lebih banyak.
Kemudian, hilirisasi membuat Indonesia memiliki kemampuan lebih besar dalam mengendalikan harga sawit internasional, karena industri sawit nasional tidak lagi tergantung pada ekspor bahan mentah.
Besar kecilnya suplai sawit pada pasar internasional dikendalikan oleh Indonesia sesuai dengan besar kecilnya kebutuhan sawit di dalam negeri.
Selain itu, ia turut mendorong pemerintah agar perlu memberikan insentif perpajakan untuk mengundang investasi pada produk hilir kelapa sawit pada tingkat akhir, seperti produk kosmetika, makanan kemasan, dan bahan bakar sawit.
Dalam disertasinya, Saleh mengapresiasi kebijakan industri sawit dalam PP Nomor 74 Tahun 2022, sekaligus berharap tetap dilanjutkan dan dipercepat pelaksanaannya.
Ekspor sawit perlu didukung oleh peraturan-peraturan yang lebih sederhana, serta pemberian insentif untuk ekspor produk hilir.
“Penting pula untuk meningkatkan aktivitas bursa sawit Indonesia sehingga pengendalian harga sawit internasional dapat berada di Indonesia,” tegas Saleh Husin yang juga merupakan Managing Director Sinar Mas.
Disimpulkannya, hilirisasi industri kelapa sawit merupakan bagian dari industrial deepening kelapa sawit yang menjadi kunci peningkatan perekonomian nasional dan kesejahteraan bangsa.
Saleh juga menunjukkan kalkulasi yakni apabila penurunan ekspor produk hulu sebesar 5 persen dan ekspor produk hilir meningkat 15 persen, maka diperkirakan devisa Indonesia akan meningkat sebesar 7 miliar USD per tahunnya atau hampir Rp110 triliun dengan kurs dollar AS sebesar Rp15.600.
Sehingga Produk Domestik Bruto yang merupakan indikator pertumbuhan ekonomi juga akan meningkat.
Saleh Husin optimistis hilirisasi akan sukses asalkan didukung oleh kebijaksanaan dalam regulasi dan perpajakan ekspor minyak kelapa sawit yang lebih sederhana.
Untuk itu, diperlukan adanya suatu instrumen untuk mengurangi ekspor produk hulu dan meningkatkan ekspor produk hilir kelapa sawit.
“Hilirisasi merupakan kunci untuk mengendalikan ekspor minyak kelapa sawit, dengan demikian Indonesia dapat mengendalikan harga internasional, yang selama ini lebih dikendalikan oleh bursa Malaysia dan Belanda,” ungkap Mantan Anggota DPR RI periode 2009-2014 ini.
Tak tanggung-tanggung, dia juga memacu pemerintah Indonesia untuk berani mengurangi volume ekspor minyak sawit ke Malaysia dan Belanda.
Sehingga Belanda jika ingim membeli sawit langsung dari Indonesia, tanpa perantaraan Malaysia.
Demikian pula dengan negara-negara pengimpor minyak kelapa sawit dari Belanda.
Meski demikian, Saleh tetap mengingatkan agar langkah tegas ini dilakukan dengan perhitungan yang cermat untuk menentukan pengurangan volume ekspor yang optimal yang tidak merugikan Indonesia sendiri.
“Di sisi lain, manfaat pengurangan ekspor ini juga dapat menepis kampanye negatif yang dilancarkan oleh Eropa,” ujarnya.
Sidang Terbuka tersebut dipimpin oleh Ketua Sidang Athor Subroto, S.E.,M.M., M.A., Ph.D. Sedangkan Promotor ialah Prof. Dr. Chandra Wijaya, M.Si.,M.M; KoPromotor 1 Dr. Drs. A. Hanief Saha Ghafur, M.S. dan KoPromotor 2 : TM Zakir Machmud, Ph.D.
Adapun para penguji yakni Dr. Polit Sc. Henny Saptatia D.N, Dr. Fibria Indriati Dwi Liestiawati, S.Sos., M.Si., Muliadi Widjaja, Ph.D, Mohamad Dian Revindo, Ph.D., dan Muhammad Syahroni Rofii, S.H.I., M.A., Ph. D.