Pakar Hukum Tata Negara UGM: Hak Angket Kecurangan Pemilu Bukan untuk Selesaikan Sengketa Tapi untuk Pembuktian

Jum'at, 23 Februari 2024 | 19:17 WIB
Pakar Hukum Tata Negara UGM: Hak Angket Kecurangan Pemilu Bukan untuk Selesaikan Sengketa Tapi untuk Pembuktian
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada (UGM), Yance Arizona. [Suarajogja/Hiskia Andika Weadcaksana]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pakar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada (UGM), Yance Arizona menyebut bahwa hak angket bukan merupakan jalan untuk menyelesaikan sengketa hasil pemilu. Hak angket dugaan kecurangan pemilu itu hanya untuk membuktikan benar tidaknya dugaan tersebut. 

"Hak angket itu bukan dalam konteks penyelesaian sengketa. Penyelesaian sengketa ya tetap di MK (Mahkamah Konstitusi)," kata Yance, dalam diskusi bertajuk 'Sepekan Setelah Coblosan: Quo Vadis Demokrasi Indonesia?' di Fisipol UGM, Jumat (23/2/2024).

"Hak angket itu ya untuk membuktikan apakah ada kecurangan netralitas pemerintah, memanipulasi pemilu misalkan. Itu bisa melalui hak angket. Apalagi kalau ada indikasi melakukan perbuatan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan," sambungnya.

Kendati demikian, menurut Yance, hak angket tetap penting untuk dilakukan. Guna lebih membuka seberapa besar dugaan kecurangan pemilu itu jika memang benar dilakukan.

Baca Juga: Tolak Pemilu Curang, Massa Kibarkan Bendera Merah Putih dan Bakar Ban di Depan KPU

Terlebih dalam hak angket sendiri DPR dapat melakukan penyelidikan terhadap dugaan-dugaan pelanggaran itu. Dalam hal ini secara umum dugaan kebijakan pemerintah dalam peraturan strategis yang berdampak luas terhadap masyarakat, termasuk Pemilu 2024.

"Secara matematika itu mungkin untuk dilakukan. Kalau hak angket dijalankan nanti akan dibuat panitia angket yang akan bisa melakukan memanggil. Dia bisa manggil menteri, bisa manggil KPU, Bawaslu untuk datang memberikan keterangan ataupun ahli-ahli yang lain," terangnya. 

"Kalau mereka tidak mau datang bisa dilakukan upaya paksa. Jadi itu kelebihan hak maget. Jadi sudah mirip-mirip kaya polisi dia nih DPR-nya bisa melakukan upaya paksa dibantu polisi," imbuhnya.

Namun sekali lagi Yance menuturkan bahwa upaya penyelidikan melalui hak angket itu berbeda dengan penyelesaian sengketa di MK. Hak angket lebih digunakan untuk mengevaluasi pemilu ke depan.

"Menurut saya sih bagus juga dilakukan hak angket itu karena di hitungan-hitungan nggak akan sampai ke impeachment juga tetapi hak angket itu bisa menjadi satu mekanisme kita untuk mengevaluasi pemilu ini," cetusnya. 

Baca Juga: Ngaku Tak Ikut-ikutan Soal Hak Angket, Mahfud: Bukan karena Perbedaan Pandangan Dengan Mas Ganjar

Hak angket sendiri merupakan satu dari tiga hak pengawasan yang memang dimiliki oleh DPR. Syarat pengusulan hak angket adalah setidaknya dilakukan oleh 25 anggota DPR dari lebih dua fraksi.

"Nanti baru bisa dilakukan angket kalau disetujui setengah dari anggota DPR. Anggota DPR sekarang 575 artinya dia bisa dijalankan kalau didukung oleh 288," jelasnya.

Hak angket jika memang dilakukan, tambah Yance, dapat menjadi pembuka jalan untuk DPR melangkah untuk melakukan revisi UU Pemilu. Revisi itu nanti dapat didasarkan pada rekomendasi hasil panitia angket. 

"Kalau soal anulir putusan KPU untuk penetapan pasangan calon yang terpilih itu bukan urusannya hak angket bukan urusannya DPR itu nanti tetap urusannya Mahkamah Konstitusi," tandasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI