Blunder! Boyamin MAKI Anggap Sanksi Dewas KPK untuk 78 Pegawai Terlibat Pungli Tak Masuk Logika

Senin, 19 Februari 2024 | 12:46 WIB
Blunder! Boyamin MAKI Anggap Sanksi Dewas KPK untuk 78 Pegawai Terlibat Pungli Tak Masuk Logika
Dewas KPK menggelar sidang etik kasus pungli di Rutan oleh pegawai KPK di Jakarta, Kamis (15/2/2024). [Suara.com/Yaumal]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengkritisi putusan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) yang hanya menjatuhkan sanksi terberat berupa permohonan maaf kepada 78 dari 90 pegawai KPK yang terlibat pungutan liar atau pungli di Rumah Tahanan (Rutan) KPK. Koordinator MAKI Boyamin Saiman menyebut putusan Dewas KPK blunder.

"Dengan kejadian yang pungli di rutan KPK ini akhirnya menjadi blunder. Dewas tadinya diapresiasi rakyat katakanlah 70, dari awalnya cuman 50 sekarang tergerus menjadi tinggal 40, kalau ini Pilpres kalah ini, blunder-nya keterlaluan," kata Boyamin lewat keterangannya dikutip Suara.com, Senin (19/2/2024).

Baca Juga:

Komeng Ingatkan Raffi Ahmad: Kamu Jangan Sembarangan, Saya Anggota Dewan!

Baca Juga: KPK Selidiki Dugaan Korupsi di Pemkot Semarang, Siapa Saja Pejabat yang Dijerat?

Mahfud MD Ngaku 4 Hari Putus Kontak dengan Ganjar Pranowo, Isu Dibuang Menguat

Bertemu Prabowo di Bandara Halim Perdanakusuma, Khofifah Dapat Pesan Ini

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman meminta masyarakat tidak memilih caleg dengan rekam jejak koruptor.[ ANTARA/Fianda Sjofjan Rassat]
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman meminta masyarakat tidak memilih caleg dengan rekam jejak koruptor.[ ANTARA/Fianda Sjofjan Rassat]

Boyamin membandingkannya dengan sanksi yang dijatuhkan kepada mantan Ketua KPK, Firli Bahuri. Firli yang terlibat dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) dijatuhi sanksi diminta untuk mengundurkan diri. Dia mempertanyakan logika Dewas KPK dalam putusan tersebut.

"Karena masyarakat dan saya sendiri pun sulit mencerna dengan logika yang wajar, sederhana, apa alasan dan kemudian kepentingan atau motif dewas KPK memberikan sanksi hanya meminta maaf? Padahal ini jelas-jelas pungli, pungli itu bagian dari korupsi," tegasnya.

Boyamin juga menyebut, perbuatan 90 pegawai KPK sudah masuk dalam kategori pemerasan.

Baca Juga: Panik! Bupati Sidoarjo Kabur saat Dikonfirmasi soal Perintahkan Pemotongan Dana Intensif

"Pungli di rutan KPK ini kan sudah jelas-jelas pemerasan kalau saya melihatnya, jadi bukan sekadar pungli. Karena apa? Menjadikan ada timbal balik, misalnya boleh membawa handphone. Itu kan sampai level menurut saya sebenarnya, bukan hanya pungli biasa tapi bisa mengarah ke pemerasan," tegasnya.

"Tapi kemudian ketika Dewas KPK ini hanya memberikan sanksi minta maaf, ini engga pernah bisa masuk logika paling sederhana, atau orang awam pun tidak bisa menerima logika ini," imbuh Boyamin.

Penjelasan Dewas KPK

Ketua Dewan Pengawas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean saat memimpin sidang kode etik dengan terdakwa Ketua KPK nonaktif Firli Bahuri  di Gedung ACLC KPK, Jakarta, Rabu (27/12/2023). [Suara.com/Alfian Winanto]
Ketua Dewan Pengawas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean saat memimpin sidang kode etik dengan terdakwa Ketua KPK nonaktif Firli Bahuri di Gedung ACLC KPK, Jakarta, Rabu (27/12/2023). [Suara.com/Alfian Winanto]

Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean menerangkan, meski 78 pegawai dinyatakan terbukti menerima uang dari tersangka korupsi, sanksi terberat yang bisa mereka berikan hanya berupa permohonan maaf terbuka secara langsung.

"Perlu saya jelaskan juga, sejak pegawai KPK berubah menjadi ASN pada 1 Juni 2021, maka sanksi etik untuk pegawai hanya berupa sanksi moral, dalam hal ini permintaan maaf. Yang terberat adalah permintaan maaf secara terbuka dan langsung," ujarnya.

Namun, mereka juga dapat memberikan rekomendasi kepada Sekretariat Jenderal KPK untuk memberikan sanksi disiplin.

"Majelis sesuai dengan ketentuan kode etik dapat merekomendasikan kepada sekretariat jenderal selaku PPK, pejabat pembina kepegawaian untuk mengenakan yang bersangkutan dugaan pelanggaran disiplin sesuai dengan PP Nomor 94 tahun 2021 tentang Disiplin PNS," ujar Tumpak.

"Nah, di dalam putusan perkara yang dijatuhkan, semua terperiksa 78 orang itu direkomendasikan oleh majelis untuk dikenakan dugaan pelanggaran disiplin sesuai dengan PP Nomor 94 tahun 2021 tentang Disiplin PNS," sambungnya.

Putusan Dewas KPK

Dewas KPK menggelar sidang etik kasus pungli di Rutan oleh pegawai KPK di Jakarta, Kamis (15/2/2024). [Suara.com/Yaumal]
Dewas KPK menggelar sidang etik kasus pungli di Rutan oleh pegawai KPK di Jakarta, Kamis (15/2/2024). [Suara.com/Yaumal]

Sebanyak 78 dari 90 pegawai KPK yang terlibat pungli divonis bersalah dan dijatuhi sanksi berat berupa permohonan maaf langsung secara terbuka. Sanksi itu dijatuhkan setelah Dewas KPK menggelar sidang etik dengan agenda putusan pada Kamis 15 Februari.

Sementara 12 pegawai, diserahkan Dewas KPK ke Sekretariat Jenderal KPK untuk ditindak secara disiplin. Langka itu diambil, karena keterlibatan 12 pegawai KPK terjadi sebelum Dewas KPK dibentuk.

Untuk diketahui pungli ini terjadi dalam kurun waktu 2018 sampai dengan 2023. Nilai perputaran uangnya lebih dari Rp 6 miliar.

Modusnya para pelaku memasang tarif 10 hingga 20 juta kepada para tersangka untuk mendapatkan fasilitas tambahan, seperti menyelundupkan handphone.

Selain itu mereka juga memasang tarif Rp 5 juta perbulan, setelah handphone berhasil diselundupkan ke dalam sel. Masing-masing uang yang berhasil yang dikantongi para pelaku berkisar antara jutaan hingga ratusan juta rupiah.

Selain berproses secara etik di Dewas KPK, kasus ini juga ditindaklanjuti secara pidana oleh KPK.

Prosesnya sudah ditingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan. Penyidik juga sudah mengantongi nama-nama calon tersangka yang menjadi aktor utama.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI