Dewas KPK Tak Bisa Memproses Hengki sebagai Aktor Intelektual Pungli di Rutan, Mengapa?

Kamis, 15 Februari 2024 | 21:59 WIB
Dewas KPK Tak Bisa Memproses Hengki sebagai Aktor Intelektual Pungli di Rutan, Mengapa?
Dewas KPK menggelar sidang etik kasus pungli di Rutan oleh pegawai KPK di Jakarta, Kamis (15/2/2024). [Suara.com/Yaumal]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) mengungkap alasan tidak bisa memproses Hengki sebagai aktor intelektual pungutan liar atau pungli di Rumah Tahanan KPK.

Hengki merupakan pegawai Kementerian Hukum dan HAM yang sempat menjadi pegawai negeri yang dipekerjakan (PNYD) di KPK sebagai koordinator kemanan dan ketertiban. Namun, saat ini sudah berdinas diPemerintah Provinsi DKI Jakarta.

"Soal Hengki kami sudah tidak bisa melakukan apa-apa, jadi pegawai di Pemprov DKI. Untuk etik kami tidak bisa melakukan apa-apa. Untuk pidana masih bisa dijangkau karena kewenangan pidana itu ada pada KPK untuk memproses," kata Anggota Dewas KPK Albertina Ho di gedung C1 KPK, Jakarta, Kamis (15/1/2024).

Karena bukan lagi bagian dari KPK, Dewas tidak memiliki wewenang untuk memprosesnya.

Baca Juga: Sosok 'Hengki' Cikal Bakal Pungli Rutan KPK, Pegawai Kemenkumham yang Diperbantukan

"Kemudian kalau ditanyakan bagaimana disiplinnya, disiplinnya tentu saja di sini enggak bisa menjangkau, karena dia sudah di Pemprov DKI," ujar Albertina.

Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean menyebut, Hengki menjadi sosok yang menunjuk 'lurah' yang bertugas untuk mengumpulkan uang dari para tersangka korupsi sebagai bayaran untuk mendapatkan fasilitas tambahan di Rutan KPK.

"Nah, dialah yang pada mulanya menunjuk orang-orang yang bertindak sebagai lurah, yang mengumpulkan uang dari tahanan. Tahanan itu sendiri sudah dikoordinasikan oleh seseorang yang dituakan disitu, diberi nama korting, koordinator tempat tinggal," jelasnya.

"Nah, itulah yang mengkoordinir setiap bulannya dari para tahanan-tahanan. Setelah terkumpul diserahkan kepada lurah. Siapa yang menunjuk lurah ini? Pada awalnya adalah Hengki," kata Tumpak menambahkan.

Berkat Hengki, praktik pungli di Rutan KPK berjalan secara terstruktur.

Baca Juga: Ini Cara KPK 'Kasih Pelajaran' Pegawainya yang Terlibat Kasus Pungli Rutan

"Jadi pungli ini terstruktur dengan baik. Angka-angkanya pun dia menentukan sejak awal, Rp20 sampai Rp30 juta untuk memasukkan handphone. Begitu juga setor-setor setiap bulan Rp5 juta, supaya bebas menggunakan handphone," kata Tumpak.

Putusan Dewas KPK

Sebanyak 78 dari 90 pegawai KPK yang terlibat pungli divonis bersalah dan dijatuhi sanksi berat berupa permohonan maaf langsung secara terbuka. Sanksi itu dijatuhkan setelah Dewas KPK menggelar sidang etik dengan agenda putusan pada Kamis 15 Februari.

Sementara 12 pegawai, diserahkan Dewas KPK ke Sekretariat Jenderal KPK untuk ditindak secara disiplin. Langka itu diambil karena keterlibatan 12 pegawai terjadi sebelum Dewas KPK dibentuk.

Untuk diketahui pungli ini terjadi dalam kurun waktu 2018 sampai dengan 2023. Nilai perputaran uangnya lebih dari Rp6 miliar.

Modusnya para pelaku memasang tarif Rp10 hingga Rp20 juta kepada para tersangka untuk mendapatkan fasilitas tambahan, seperti menyelundupkan handphone. Selain itu mereka juga memasang tarif Rp5 juta perbulan, setelah handphone berhasil diselundupkan ke dalam sel. Masing-masing uang yang berhasil yang dikantongi para pelaku berkisar antara jutaan hingga ratusan juta rupiah.

Selain berproses secara etik di Dewas KPK, kasus ini juga ditindaklanjuti secara pidana oleh KPK. Prosesnya sudah ditingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan. Penyidik juga sudah mengantongi nama-nama calon tersangka yang menjadi aktor utama.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI