Menghitung Langkah Politik Jokowi Usai Turun Takhta

Wakos Reza Gautama Suara.Com
Rabu, 14 Februari 2024 | 09:05 WIB
Menghitung Langkah Politik Jokowi Usai Turun Takhta
Ilustrasi Jokowi dan Megawati. Menghitung langkah politik Jokowi setelah turun takhta. [X]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kemana Joko Widodo alias Jokowi setelah turun takhta sebagai Presiden RI? Pertanyaan itu masih menggelayut di pikiran sejumlah orang.

Apakah Jokowi akan mandeg pandito, menyepi dari hingar bingar politik, fokus mendekatkan diri pada Tuhan atau tetap ikut cawe-cawe apalagi jika sang anak, Gibran Rakabuming Raka, meneruskan kepemimpinannya?

Analis Intelijen Josef Wenas, memprediksi Jokowi akan tetap mencari posisi politik ketika sudah tidak lagi duduk di singgasana RI 1.

Baca Juga:

Baca Juga: Yunarto Wijaya Samakan Nasib Jokowi Seperti Duterte, Dikhianati Orang yang Didukung

Kampanye Akbar JIS vs GBK dari Penanganan Sampah, Mana yang Lebih Baik?

Viral Tuding Ada Massa Bayaran hingga Rp150 Ribu Saat Kampanye di JIS, May Rahmawati Kini Malah Minta Maaf

Posisi politik itu adalah menjadi ketua umum partai. Merujuk dari sejumlah hasil survei, Josef menilai Jokowi akan berada di lima partai politik teratas yaitu PDIP, Gerindra, Golkar, PKB dan NasDem.   

"Jokowi akan beredar di salah satu parpol ini karena tanpa posisi politik, (hanya) informal saja, saya kira ga usah dianalisis lagi, ga ada pengaruhnya. Tapi Jokowi harus punya posisi politik di situ," ujarnya dikutip dari Cokro TV.

Untuk menjadi ketua umum lima partai itu menurut Josef tentu tidak mudah. Ada tantangan yang harus dihadapi Jokowi.

Baca Juga: Adu Kegagahan Mayor Teddy VS Kompol Syarif Ajudan Jokowi, Sama-Sama Sigap Gendong Perempuan Pingsan di Kerumunan

Nasdem kata Josef Wenas, Surya Paloh tidak akan tergantikan karena sebagai pemilik. Di PKB lanjut dia, Cak Imin juga tidak akan tergantikan sampai beberapa tahun ke depan.

Sebab menurut Josef, elit PKB ingin Cak Imin jadi ketum abadi sampai beberapa tahun ke depan. Ini dilihat dari sejak Cak Imin menjadi Ketua Umum PKD tahun 2005 tidak ada indikasi bisa diganti.

"Sehingga posisi politik Jokowi bisa di Gerindra, PDIP dan Golkar. Masing-masing ada tantangannya," kata Josef H Wenas.

PDIP saat ini kata dia jelas ada dua pilihan yaitu antara melanjutkan trah Sukarno atau versi Guntur Soekarnoputra adanya warna baru, napas baru.

"Kalau versi itu (warna baru) yang menang, ada kemungkinan Jokowi masuk dan ini yang paling cocok karena dia besar dari PDIP," ucapnya.

Di Golkar, Josef melihat tidak ada figur sentral karena sering gonta-ganti ketua umum sehingga paling cair dalam pemilihan pemimpin.

Tapi ujar Josef, kalau diteliti, struktur tradisi Golkar ketua umumnya berasal kelompok induk organisasi (kino).

"Airlangga Hartato itu kan Kosgoro, kelompok organisasi Golkar, dan kaum saudagar yang masuk 1990-an. Kekuatan politik Golkar ini dipengaruhi kelompok kino-kino, angkatan muda apakah para saudagarnya. Apakah Jokowi bisa terlibat di sini?" tuturnya.

Sementara Di Gerindra, sosok Prabowo Subianto masih menjadi figur sentral. Kalau Prabowo jadi Presiden, menurut Josef, kemungkinan besar tetap memegang tongkat komando di Gerindra untuk mengendalikan koalisi besar di parlemen.

Melihat peluang-peluang itu, paling besar adalah Jokowi kembali ke PDIP mengingat hingga kini Jokowi tidak dipecat sebagai kader PDIP.

Apalagi kabar terbaru menyebutkan Jokowi sudah meminta bantuan Sultan Hamengkubuwono X untuk difasilitasi bertemu Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.

Jika islah antara Mega dengan Jokowi terjadi, peluang Jokowi menjadi Ketua Umum PDIP selanjutnya menggantikan Mega cukup lebar.

Karena PDIP butuh sosok pemimpin kharismatis untuk menjalankan roda organisasinya. Mengutip omongan Budiman Sudjatmiko, tradisi gerakan nasionalis Sukarno membutuhkan pemimpin yang kharismatik.

"Terakhir tokoh kharismatik itu Pak Jokowi itu. Sebelumnya Bu Mega, sebelumnya Sukarno. Bung Karno, Bu Mega, Pak Jokowi. Sosok figur yang difiguri kelompok nasionalis Sukarno," kata Budiman dikutip dari Youtube Panangkiat Simanungkalit.

Menurut Budiman, ada kesamaan antara Sukarno, Megawati dan Jokowi yaitu punya empati pada orang bawah.

"Kaum nasionalis Sukarno selalu butuh tokoh seperti itu yang kharismatik. Ini saya khawatir jangan-jangan identitas tokoh yang sama belum berhasil diambil Pak Ganjar," kata Budiman.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI