Suara.com - Sutradara Dandy Laksono, berserta tiga pakar hukum tata negara Zainal Arifin Mochtar, Bivitri Susanti, dan Feri Amsari yang mengisi film dokumenter 'Dirty Vote' dilaporkan ke polisi atas dugaan kampanye hitam.
Ketua Bidang Advokasi AJI Indonesia, Erick Tanjung yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil mengecam upaya kriminalisasi tersebut.
"Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari 12 organisasi mengecam langkah Dewan Pimpinan Pusat Forum Komunikasi Santri Indonesia (DPP Foksi) melaporkan sutradara dan tiga pakar hukum tata negara pengisi film dokumenter 'Dirty Vote' ke Mabes Polri," kata Erick lewat keterangan kepada Suara.com, Selasa (13/2/2024).
Koalisi Masyarakat menilai upaya pemindahan tersebut sebagai bentuk pembungkaman ke masyarakat sipil yang melakukan kritik atas penyelenggaran Pemilu.
"Langkah itu merupakan upaya untuk membungkam pihak-pihak yang mengungkap dugaan kecurangan pemilu dan menghambat hak publik untuk mengakses informasi maupun partisipasi publik melakukan kontrol sosial atas penyelenggaraan Pemilu 2024," tegas Erick.
Disebut Erick, dalam laporan DPP Foksi menuding Dandy dan tiga pakar hukum tata negara melanggar Pasal Pasal 287 ayat (5) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Pelapor berdalih Dandy dan kawan-kawan melakukan kampanye hitam atau black campaign terhadap salah satu pasangan capres-cawapres lewat 'Dirty Vote.' Mereka merujuk pada perilisannya yang dilakukan pada masa tenang kampanye Pemilu 2024.

Tuduhan Keliru
"Seluruh tuduhan yang disampaikan oleh DPP Foksi adalah keliru. Pertama, dokumenter Dirty Vote sesungguhnya diproduksi secara kolaboratif oleh jurnalis dan organisasi masyarakat sipil di antaranya AJI, Bangsa Mahardhika, Ekspedisi Indonesia Baru, Ekuatorial, Fraksi Rakyat Indonesia, Greenpeace, ICW, JATAM, Jeda untuk Iklim, KBR, LBH Pers, Lokataru, Perludem, Salam 4 Jari, Satya Bumi, Themis Indonesia, WALHI, Yayasan Dewi Keadilan, Yayasan Kurawal dan YLBHI. Pembiayaan film ini juga berasal dari sumbangan individu dan organisasi masyarakat sipil," kata Erick membantah tegas.
Baca Juga: Dirty Vote Tembus 15 Juta Lebih Penonton, Ini 3 Link Film yang Bikin Gerah Segelintir Pihak
Kemudian, pasal yang dikaitkan pelapor juga dinilai tidak relevan. Dijelaskan Erick, ketentuan dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, khususnya Pasal 280 ayat satu sampai empat tentang larangan dalam kampanye pemilu, sama sekali tidak melarang pengungkapan atau publikasi fakta-fakta pelanggaran pemilu seperti yang diungkap dalam Dirty Vote.