Suara.com - Sebanyak sebelas ribu lebih pekerja kontruksi Ibu Kota Nusantara (IKN) terancam Golput karena tak bisa mencoblos pada Pemilu 2024.
Ribuan pekerja yang berasal dari berbagai wilayah ini tidak bisa memberikan hak suara lantaran tak terdaftar sebagai daftar pemilih tambahan.
Untuk diketahui, jumlah pekerja kontruksi proyek IKN Nusantara mencapai 15.000 orang. Namun begitu, hanya ada 3266 orang pekerja yang terverifikasi telah melakukan proses pindah memilih di sekitar wilayah IKN.
Sisanya, sekitar 11.734 pekerja terancam tidak bisa menggunakan hak pilihnya karena diduga masih terdaftar sebagai Daftar Pemilih Tetap (DPT) di kampung halaman masing-masing.
Baca Juga: Yunarto Wijaya Samakan Nasib Jokowi Seperti Duterte, Dikhianati Orang yang Didukung
Seharusnya para pekerja ini dapat memilih dengan mudah di sekitar wilayah IKN Nusantara jika melakukan proses pindah memilih. Sayangnya pengurusan pindah memilih telah selesai masanya pada 7 februari lalu.
Keterlambatan para pekerja dalam mengurus pindah memilih diduga karena minimnya informasi.
“Enggak ada yang dapat info soalnya. Dari sini pun enggak ada pengumuman, sama sekali,” kata salah satu pekerja yang identitasnya disamarkan demi keamanan, seperti dikutip dari BBC jejaring suara.com, Selasa.
Padahal, menurut keterangan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Penajam Paser Utara, Irwan Syahwana, pihaknya telah tujuh kali mengirim surat kepada Otorita IKN terkait pindah memilih para pekerja.
Irwan mengaku telah meminta Otorita IKN menyerahkan data para pekerja agar dapat diproses pindah memilih, namun tak kunjung diberikan.
Baca Juga: Deretan Nama-nama Unik saat Pemilu, Ada Tuhan, Pocong Hingga Menang Prabowo
“Kami bersurat lebih dari tujuh kali, kami sosialisasi luar biasa intensnya bahkan kami difasilitasi oleh Polda untuk bertemu dengan empat balai besar di bawah kementerian agar segera memberikan data," katanya.
Sementara itu, Sekretaris Otorita Ibu Kota Nusantara, Achmad Jaka Santos Adiwijaya menyangkal pihaknya lalai atau terlambat menyerahkan data para pekerja. Menurutnya, para pekerja terlalu lama berpikir untuk menentukan tempat pencoblosan.
“Sebetulnya yang terlambat memutuskan orang-orangnya. Kalau mereka dari awal, ‘saya pak, daftar di sini’, terus mereka ngomong sama pimpinannya, mandor, manajer, sampai pemberi kerja, lalu data yang kita minta ke pemberi kerja diberikan, kita sampaikan ke KPU,” kata Jaka.