Suara.com - Pasangan calon nomor 3, Ganjar-Mahfud menggelar kampanye akbar bertajuk Hajatan Rakyat di Solo, Jawa Tengah, Sabtu (10/2/2024). Dalam kesempatan itu, turut diihadiri oleh putri penyair yang juga aktivis HAM Widji Thukul, Fitri Nghanti Wani.
Berdasarkan pantauan Suara.com di lokasi, awalnya Wani tampil di hadapan ribuan massa pendukung Ganjar-Mahfud saat diperkenalkan seniman Butet Kertaradjasa.
Dalam sambutannya, Butet mengatakan Solo merupakan kota kelahiran Widji Thukul, sang penyair yang kala itu kritis terhadap rezim Orde Baru.
"Di Solo lahir seorang penyair besar yang menjadi martir lahirnya demokrasi di Indonesia, sahabatku Widji Thukul. Widji Thukul yang diculik dan yang menculik (sekarang) mencapreskan. Sampai hari ini kita tidak tahu di mana kuburnya dan kalau memang sudah meninggal bagaimana nasibnya kita tidak tahu," kata Butet.
Baca Juga: Gus Miftah Sebut Tokoh Budaya Tapi Tak Berbudaya, Sindir Butet Kartaredjasa?
"Saya undang ke sini anaknya Wiji Thukul. Fitri Nganti Wani. Wanii!!" panggil Butet.
Wani kemudian tampil berjalan ke panggung menyambangi Butet.
"Wani, ini sedulur-sedulur mu kabeh, energi untuk hidupmu, meskipun sebelum umurmu 5 tahun sudah ditinggalkan ayahmu yang sampai hari ini tidak jelas nasibnya. Coba kamu sampaikan ke kawan-kawanmu, energi hidupmu ini, apa kesan terhadap ayahmu, Wiji Thukul dan apa janji Presiden Indonesia tahun 2014 (Jokowi) kepada Mbak Sipon, ibumu almarhum. Sampaikan kepada khalayak. Silakan," kata Butet.
Cerita Fitri Wani
Fitri pun bercerita bahwa dirinya sekeluarga sempat dijanjikan Presiden Jokowi soal upaya penuntasan kasus penculikan aktivis tahun 1998. Dalam janjinya itu, Jokowi, ingin kasus tersebut bisa jelas dan terang benderang, terutama soal keberadaan Widji Thukul.
"Tentu saja saya berterima kasih atas kesempatan yang telah diberikan untuk saya bisa berbicara di hadapan banyak orang tentang kasus penghilangan paksa yang menimpa bapak Widji Thukul yang sampai sekrang belum juga beres. Bahkan sampai ibu Sipon (istri Thukul) meninggal," kata Wani.
"Tapi sampai sekarang kami masih mengingat janji yang pernah diucapkan oleh bapak Presiden Jokowi perihal Widji Thukul harus ketemu, kasus ini harus bisa selesai Widji Thukul harus bisa ditemukan," sambungnya.
Sayangnya, kata dia, hal itu hanya sekedar janji hingga kini belum ada kejelasan soal keberadaan Widji Thukul, termasuk di mana kuburannya pun tak ada yang tahu.
"Yang janji siapa?" tanya Butet.
"Kebetulan di depan wartawan waktu beliau (Jokowi) ditanya tentang kedekatan hubungan beliau dengan keluarga Wiji Thukul dan beliau berkata istrinya adalah kawan baik saya, anak-anaknya adalah kawan baik saya, dan tentu saja kasus Wiiji Thukul harus diselesaikan, Wiji Thukul harus ketemu hidup atau mati," jawab Wani menirukan janji Jokowi pada 2014.
Wani pun diberi kesempatan untuk membawakan puisi sang ayah berjudul Peringatan.
Jika rakyat pergi
Ketika penguasa pidato
Kita harus hati-hati
Barangkali mereka putus asa
Kalau rakyat bersembunyi
Dan berbisik-bisik
Ketika membicarakan masalahnya sendiri
Penguasa harus waspada dan belajar mendengar
Bila rakyat berani mengeluh
Itu artinya sudah gawat
Dan bila omongan penguasa
Tidak boleh dibantah
Kebenaran pasti terancam
Apabila usul ditolak tanpa ditimbang
Suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan
Dituduh subversif dan mengganggu keamanan
Maka hanya ada satu kata: lawan!.
Dalam kesempatan yang sama, Ganjar pun merespons apa yang disampaikan Wani tersebut. Ia menyampaikan, jika apa yang disampaikan Wani dan Butet tersebut agar pemimpin dimana pun selalu ingat dengan amanah.
"Agar pemimpin dimanapun kita berada membawa amanah harus selalu mendengarkan. Tak hanya itu, termasuk merasakan. Maka sebenarnya seorang pemimpin tak harus diteriaki, pemimpin tak boleh kemudian diam karena teriakan di rakyat, karena kita harus bisa merasakan," kata Ganjar.
"Itulah mengapa kami dalam perjalanan kami dengan Pak Mahfud kami mencoba mendengarkan dengan tidur di rumah rakyat," sambungnya.