Suara.com - Salah satu ketakutan terbesar pendukung Jokowi ketika Jokowi berada di kubu Prabowo Subianto adalah ditinggalkannya Jokowi jika Prabowo menjadi Presiden RI.
Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok adalah salah satu orang yang memiliki kekhawatiran ini. Sebab menurut Ahok, Prabowo pernah menjadi rival Jokowi dua kali.
Analis intelijen Josef Wenas punya pendapat berbeda soal ini. Dalam dialognya bersama Akhmad Sahal di Youtube Cokro TV, Josef melihat persoalan ini dari maqom kenegarawanan bukan maqom politisi.
Baca Juga:
Baca Juga: Bila Dilantik Jadi Presiden, Ini yang Bakal Dilakukan Anies Baswedan dalam Satu Menit Pertama
Iwan Fals Umumkan Sikap Politiknya di Pilpres 2024, Beda Pilihan dengan Slank dan Dewa 19
Menurut Josef, visi misi Prabowo yang tertuang dalam Asta Cita adalah kelanjutan dari Nawa Cita Jokowi di tahun 2014 dan 5 Visi Jokowi di 2019.
Ia mengatakan, Asta Cita Prabowo menajamkan 5 visi Jokowi bicara tentang hilirisasi dan industrialisasi. Lalu kata dia, pertanyaannya apakah Prabowo tidak memerlukan Jokowi atau memerlukan Jokowi?.
"Saya kira jawabannya Prabowo memerlukan Jokowi karena Jokowi sudah melaksanakan sehingga kalau mau dilanjutkan dan ditajamkan justru aneh kalau Prabowo tidak melibatkan Jokowi," ujar dia.
Baca Juga: Alumni Unas Nyatakan Sikap Soal Demokrasi Di Bawah Rezim Jokowi, Tuntut Lima Hal Ini
Akhmad Sahal sebagai pembawa acara berpendapat akan terjadi matahari kembar jika Prabowo sebagai Presiden tetap melibatkan Jokowi dalam pemerintahannya.
Menurut Sahal, Prabowo justru tidak nyaman dengan matahari kembar. Sehingga kata Sahal, banyak yang beranggapan Jokowi adalah korban pertama jika Prabowo menjadi Presiden.
Ini karena Prabowo tidak ingin ada kekuatan Jokowi masih bercokol kuat di pemerintahannya sehingga network Jokowi dipotong, perannya dikucilkan, termasuk peran Gibran sebagai wapres dikucilkan.
Menjawab hal ini, Josef mengatakan, mana yang jadi kepentingan lebih utama Prabowo, apakah memotong network Jokowi atau merealisasikan visi asta citanya.
Kata Josef, Asta Cita adalah janji kenegarawanan Prabowo bukan hanya janji politik. Sehingga lanjutnya, apakah ini bernilai kecil sekadar politis atau ini adalah dimensi kenegarawanan Prabowo?
"Kalau saya melihat, ini dimensi kenegarawanan Prabowo yang menjadi komitmen dia terhadap Jokowi. Ini bukan soal kecil. Oleh karena itu kalau anda melihatnya sebagai politisi bisa kemana-kemana tapi Asta Cita ini kan konkret, akan diterjemahkan dalam politik anggaran juga karena konkret harus direalisasikan," paparnya.
Sehingga papar Josef, Apakah kita mau melihatnya dalam batas politik saja atau mau melihat dari maqom kenegarawanan juga.
"Apakah ini hanya janji manis kampanye? Saya kira tidak. Karena kalau ini dilakukan, Prabowo bunuh diri, Gerindra bunuh diri, Ini kan harus direalisasikan," tegasnya.
Josef mengatakan, akan lebih baik bagi Prabowo berkolaborasi dengan Jokowi sebagai pemilik dan peletak dasar gagasan lalu Prabowo tinggal melanjutkannya.
"Lalu kenapa mesti memotong network, kenapa harus bicara matahari kembar. Matahari kembar jelas tidak akan ada karena konstitusional presidensial kekuasaannya ada di tangan Presiden," ucap Josef.
Karena itu menurut Josef, melihat ini harus dari sisi kenegarawanan yang bukan bicara soal menang-kalah, bersiasat, memotong jaringan.
"Bukan soal itu. Soal kenegarawanan merealisasikan visi mereka Asta Cita yang merupakan kelanjutan Nawa Cita dan 5 Visi Jokowi," ujar dia.