Suara.com - Suatu sore, Abdul, begitu ia ingin disapa, tengah sibuk menawarkan warga minyak goreng ukuran 2 liter. Minyak goreng itu dari seorang calon legislatif atau caleg salah satu partai politik yang majudi Pemilu 2024.
Abdul keliling mengetuk pintu rumah warga, pemilih di TPS 99, kawasan Palmerah, Jakarta Barat. Saat bekeliling, Abdul hanya membawa secarik kertas untuk melisting nama warga yang mau menerima minyak goreng dari caleg.
“Jadi pertama gue datengin rumah warga yang TPS-nya sesuai. Lalu gue tanya dia mau minyak gak dari calegnya ini,” kata Abdul kepada Suara.com, Senin (5/2/2024).
“Kalau warga mau, kami minta namanya dicatat. Habis itu KTP-nya gue foto atau minta fotocopy KTP-nya,” sambungnya.
Baca Juga: Airlangga Soal Debat Capres Kemarin: Prabowo Turunkan Tensi Politik
Setelah itu, Abdul mengambil minyak goreng yang sebelumnya telah didrop oleh timses caleg tersebut di rumahnya. Minyak tersebut didistribusikan pada malam hari, biasanya setelah pukul 20.00 WIB.
“Sore gue muter, malamnya gue kasih. Paling habis solat Isya, baru deh,” ucapnya.
Abdul mengaku, dalam menjalani ‘perang gerilya’ dalam mencari suara warga ada beberapa tingkatan. Ia sendiri berada di tingkatan paling bawah, yakni koordinator RT alias Koorte. Satu tingkat di atasnya, ada koordinator RW atau Koorwe, yang tugasnya mengawasi kenerja para Koorte.
Jenjangnya tak terputus disitu, ada juga koordinator kelurahan alias Koorkel yang bertugas mengawasi kinerja Koorwe, dan membuat laporan ke koordinator wilayah.
“Jadi kalo gue tingkatannya yang paling bawah. Ada beberapa orang yang kayak gue jadi Koorte di sekitar sini,” ungkapnya.
Baca Juga: Terbukti Langgar Kode Etik, BEM UI Minta DKPP Pecat Ketua KPU Hasyim Asy'ari
Targetnya pun berbeda. Abdul mengaku, tidak ada target khusus untuk menjaring kartu identitas warga.
Dia hanya sanggup menargetkan menghimpun 30 KTP warga. Ada juga yang menyanggupi untuk menjaring 120 KTP warga.
Abdul sendiri sehari-hari berprofesi sebagai ojek online. Pada tahun politik ini dimanfaatkannya untuk mencari pundi-pundi rupiah menjadi tim sukses caleh.
“Gue buat sampingan aja. Kalau pulang kerja atau lagi males narik ojol baru deh gue gerak, atau sesuai pesenan Koortwe (koordinator RW) aja,” jelasnya.
Abdul menuturkan, belum tahu berapa dibayar oleh caleg atas jasanya membantu mengumpulkan KTP warga. Yang pasti ia baru dapat bayaran Rp400 ribu dari hasil mengikuti bimbingan tekhnis (Bimtek) selama tiga kali.
Berawal dari Warung Kopi
Abdul menuturkan, awal mula ia menerima pekerjaan ini lantaran diajak oleh tetangganya. Saat itu, ia bertemu tetangganya, Zainal di warung kopi yang terletak tidak jauh dari rumahnya.
Dalam obrolannya, Zainal ternyata merupakan Koorkel salah satu caleg yang sedang mencari para koordinator di tingkat RT. Bagai gayung bersambut, mereka bersepakat untuk bersinergi untuk meraih perolehan suara.
“Pertama kali ya diajak waktu itu,” ucap Abdul.
Dari situ mulailah, Abdul mengetahui cara kerja atau aturan main soal mencari simpatik rakyat lewat minyak goreng. Namun belum ada kepastian jumlah upah, terkait misi tersebut.
“Dia cuma bilang kalau soal itu mah gampang,” jelasnya
Zainal sendiri, kata Abdul, juga belum mengatahui upahnya. Zainal hanya mendapatkan uang bulanan senilai Rp500 ribu, dan sebuah ponsel yang dipinjamkan untuk laporan tiap minggu.
“Awalnya ya gue cuma buat bantu-bantu dia aja. Makanya gue mau,” katanya.
Selain untuk membantu tetangganya, Abdul mau menerima pekerjaan ini karena tidak ada konsekuensi jika tagetnya meleset. Semisal, sejak awal ia menargetkan bisa meraih suara sebanyak 30 dari TPS yang ada di RTnya, namun di hari pemilihan suara untuk caleg yang diperjuangkan hanya 15 suara.
Hal itu tidak ada konsekuensi atau hukuman dari caleg atau tim sukses mereka.
“Yang penting kita udah sosialisasiin, minyak gorengnya udah kita salurin. KTP juga kita udah kumpulin, kalau udah di dalem bilik suara mah masing-masing,” tutur Abdul.
Bakal Ada Serangan Fajar?
Abdul menceritakan, selain minyak goreng, bakal ada "serangan fajar" sebelum pemungutan suara. Warga yang telah mengumpulkan KTP menjadi targetnya.
Namun, sejauh ini belum diketahui soal waktu serangan itu akan dilancarkan. Jumlahnya pun belum diketahui pasti.
“Baru sebatas bilang, kalau nanti yang udah ngumpulin KTP bakal dapat serangan fajar,” ungkapnya.
Salah seorang warga Palmerah, Tuti mengatakan beberapa kali menerima bantuan berupa sembako dari para caleg berbagai partai politik. Namun tak ada satupun caleg yang diyakini bisa membuat perubahan nasibnya kedepan.
Ia mengaku sudah menyerahkan tiga fotocopy KTP kepada tim sukses para caleg. Menurutnya, jika ada pemberian sembako seperti itu sayang untuk dilewatkan.
“Kalau saya yang penting ya dikasih saya ambil. KTP tinggal kasih aja fotokopinya, kalau urusan pilih urusan belakangan,” ucapnya.
Tuti hingga saat ini mengaku belum ada satupun caleg yang pas di hatinya. Visi misinya pun tak jelas.
“Sekarang emang ada yang komitmen buat rakyat? Sejauh ini mereka cuma manfaatkan rakyat. Jadi gak salah kalau saya sekarang manfaatin mereka,” ucapnya.
Sementara itu, koordinator Komite Pemilih (Tepi) Indonesia, Jerry Sumampouw mengatakan cara membagikan sembako dan melancarkan serangan fajar merupakan pola lama yang sering dilakukan oleh para caleg. Pola tersebut selalu dilakukan setiap 5 tahun sekali saat pemilu.
Cara-cara seperti itu masih sering digunakan lantaran Bawaslu belum tegas menindak persoalan seperti itu, kurang alat bukti selalu menjadi alasan.
"Karena selama ini Bawaslu tidak bisa menindak tegas kasus-kasus seperti itu," kata Jerry kepada Suara.com.
Selain itu, kata Jerry, banyak caleg meggunakan agensi politik dalam mendulang suara karena Pemilu kali ini menggunakan sistem pemilihan saat ini merupakan sistem yang terbuka. Jika sistem pemilihan tertutup, maka partai menggunakan kadernya untuk turun ke lapangan.
Jerry meminta masyarakat jangan terlalu percaya dengan janji manis para caleg, terlebih mereka yang sudah mengiming-imingi bantuan di awal sebelum pemilihan. Biasanya, seperti pengalaman lalu, mereka akan ingkar janji.
Divisi Pencegahan dan Pengawasan Humas dan Hubungan Antar Lembaga Bawaslu Jakarta Barat, Abdul Roup mengaku hingga saat ini pihaknya belum menerima laporan terkait bagi-bagi minyak di kawasan Jakarta Barat.
“Belum, hingga saat ini belum ada laporan ke kami,” ucap Abdul saat dikonfirmasi.