Suara.com - Menteri Sekretaris Negara Pratikno dituding menjadi penggerak politik Presiden Joko Widodo (Jokowi), termasuk rumor memperlancar pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres Prabowo Subianto lewat keputusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurut Direktur Eksekutif Indonesia Political Review yang juga dosen Ilmu Politik di Universitas Al-Azhra bahwa tudingan kepada Pratikno ialah bagian strategi pihak opisisi untuk mengincar Presiden Joko Widodo.
Menurutnya, Pratikno memang dikenal sebagai orang dekat dan dipercaya oleh Jokowi karena menjadi Menteri Sekretaris Negara selama dua periode. Pihak oposisi kata Ujang Komarudin melihat itu sebagai jalan untuk meraih dan ganggu Jokowi.
Ujang mengungkap bahwa ada upaya-upaya dari lawan politik Jokowi untuk menghajar, melumpuhkan, termasuk kalahkan Jokowi. Dan sasaran tembaknya ialah Pratikno.
Baca Juga: Debat Panas, Rocky Gerung vs Pendukung Anies Soal Jaket: Kalian Kayak Jokowi!
"Salah satu pintu masuknya ya Pratikno ke Jokowi. Salah satu orang kepercayaan Jokowi," ujarnya.
Terkait perdebatan apakah Pratikno sebagai operator politik Jokowi, di situasi itu dapat dianggap benar atau salah dan pentingnya memeriksa secara objektif dan kritis.
Dia menjelaskan bahwa dalam dunia politik, adanya serangan timbal balik dan usaha untuk mengungguli satu sama lain merupakan sesuatu yang biasa.
Sementara itu, dosen Komunikasi Politik Pascasarjana Univeristas Paramadina, Prabu Revolusi tudingan kepada Pratikno sebagai penggerak politik Presiden Joko Widodo dalam konteks politik saat ini sangat sensitif.
Prabu Revolusi menyoroti artikel opini di Tempo yang berjudul 'Dari Rektor Menjadi Operator' yang rilis beberapa hari lalu. Menurutnya, ada kemungkinan motif kepentingan politik dari artikel opini tersebut.
Baca Juga: TKN Pastikan Relawan Siap Kawal Kemenangan dan Program Kerja Prabowo-Gibran
“Kita perlu pahami bahwa konteksnya pemberitaan beredar di tahun tahun atau periode yang sangat sensitif politik tahun ini. Kita tahu ini beberapa hari kedepan kita akan ada pencoblosan sehingga sangat memungkinkan motif pemberitaan seperti ini dikarenakan ada motif kepentingan politik tapi saya ingin membahas dari sisi etika jurnalistik terlebih dahulu," ungkapnya seperti dikutip, Senin (5/2).
Lebih lanjut menurutnya, waktu pemberitaan yang mungkin dipilih karena alasan politik, mengingatkan bahwa berita tanpa dasar yang solid dapat dianggap sebagai gosip atau usaha untuk mempengaruhi pendapat publik sebelum pemilihan.
"Jika memang pemberitaan yang kita angkat itu betul betul memiliki kepentingan bagi publik sehingga narasumbernya terancam nyawa misalnya jika diungkapkan maka narasumbernya narasumber anonim. Tetapi jika seperti itu maka sangat disarankan ruang redaksi tersebut atau pemberitaan tersebut harus mencantumkan dari mana informasi itu berasal," jelasnya.
Prabu menjelaskan bahwa berita harus jelas dibedakan antara fakta dan opini, dengan menggarisbawahi pentingnya mematuhi etika jurnalisme dalam pelaporan.
“Harusnya tidak boleh dasar pemberitaan, kecuali jika itu disebutkan bukan merupakan berita, tetapi opini redaksi atau editorial redaksi maka itu harus dijelaskan dengan sangat jelas hal tersebut adalah opini redaksi atau editorial redaksi. Kita sama sama tahu bahwa etika jurnalistik yang perlu dipatuhi” jelasnya.