Guru Besar UIN Jakarta Desak Presiden Netral, Singgung Potensi Reformasi 98 Terulang

Hairul Alwan Suara.Com
Senin, 05 Februari 2024 | 19:36 WIB
Guru Besar UIN Jakarta Desak Presiden Netral, Singgung Potensi Reformasi 98 Terulang
Guru besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prof Saiful Mujani bersama civitas akademika dan alumni saat deklarasi Seruan Ciputat, Senin (5/2/2024). [Suara.com/Wivy Hikmatullah
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Guru besar Universitas Islam Negeri atau UIN Syarif Hidayatullah atau yang kerap disebut UIN Jakarta di Ciputat, Kota Tangsel ramai-ramai mendesak Presiden Joko Widodo tak lagi cawe-cawe dan tidak berpihak pada salah satu pasangan calon Presiden dan wakil presiden.

Para Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu bahkan mengingatkan, adanya potensi gerakan 98 akan terulang jika integritas Presiden dan aparat negara tak memuaskan rakyat.

Guru besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Saiful Mujani mengatakan, saat ini sumber disintergritas demokrasi berada pada Presiden.

"Sumber disintegritas itu salah satu sumber utamanya adalah Presiden. Oleh karena itu, Presiden harus dinetralkan oleh cawe-cawe politik partisan. Kita berharap itu dipahami dan didengarkan oleh Presiden karena akan menciptakan suasana berbahaya," kata Saiful usai deklarasi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Selasa, 5 Februari 2024.

Guru besar FISIP UIN Jakarta itu menuturkan, jika tidak ada perbaikan integritas dari presiden dam aparat negara pada Pemilu 2024, dia mengisyaratkan adanya gerakan dari masyarakat.

"Saya percaya berbagai komponen bangsa akan terus bergerak untuk menyelematkan bangsa ini, demokrasi negara kita yang sudah diperjuangkan nyawa, air mata dan pengorbanan begitu besar pada 98," tutur Saiful.

Soal cawe-cawe politik, Saiful lalu mencontohkan dengan mantan Presiden terdahulu dan membandingkan dengan presiden saat ini. Menurutnya, banyak mantan Presiden yang menjadi contoh baik menjaga integritas dalam Pemilu.

"Kita punya contoh pemimpin yang sangat baik. Pak Habibi punya kesempatan tapi tidak memaksakan diri untuk jadi Presiden. Kemudian ibu mega, incumbent waktu itu. Mega tidak ada cawe-cawe partisan politik. Pak Jokowi sekarang bukan incumbent, harusnya enak dia bebas memilih," papar Saiful.

Hal senada juga diungkapkan oleh Alumni UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Yati Andriyani. Menurutnya, gerakan besar seperti saat reformasi 98 berpotensi terulang.

Menurutnya, pemerintah dan aparat negara jangan memandang gerakan Civitas dan Alumni UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini sebagai aksi partisan. Gerakan yang dinamai 'Seruan Ciputat' itu disebut sebagai gerakan murni.

"Harusnya pemerintah tidak menyebut ini sekadar partisan, kepentingan elektoral, tapi ini sebuah aktivitas gerakan murni dari landasan moral dan etik atas kecintaan kepada bangsa ini. Agar situasi-situasi kekerasan, situasi chaos tragedi 98 itu tidak terjadi lagi," papar Yati.

Yati yang juga aktivis Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan menegaskan, pihaknya akan terus menyerukan kepada masyarakt agar tidak diam pada situasi saat ini.

"Kewajiban publik adalah tidak diam terhadap situasi seperti ini, agar demokrasi yang sudah kita bangun di atas darah dan banyak pengorbanan reformasi yang sudah kita bangun itu tidak terulang lagi," ungkap Yati.

"Itu akan berdampak buruk tidak hanya pada situasi demokrasi di indonesia, tapi juga pada ekonomi dan situasi politik jika masukan dan kritik-kritik seruan ini tidak dikelola dengan baik oleh pemerintah," tambah Yati.

Kontributor : Wivy Hikmatullah

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI