Suara.com - Gelombang gerakan akademisi mengkritik Presiden Joko Widodo jelang hari pencoblosan 14 Februari 2024 semkain besar. Terbaru, di Jawa Barat, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung keluarkan petisi Bumi Siliwangi.
Ada lima poin penting yang disampaikan oleh civitas akademika UPI Bandung, terutama soal cawe-cawe dan abuse of power pemerintah di Pemilu 2024.
Pada poin pertama, civitas akademi UPI Bandung mendesak Presiden Joko Widodo untuk mencabut pernyataannya yang berpihak dan terlibat dalam kampanye Pilpres 2024.
Menurut Guru Besar Ilmu Politik UPI Cecep Darmawan, petisi ini dibuat dan dibacakan ke ruang publik sebagai sikap peduli UPI melihat kondisi bangsa dan negara jelang Pemilu 2024.
Menurut Cecep, terjadi banyak pelanggaran etika di kontentasi Pemilu dan Pilpres 2024. Hal ini menjadi potret rusaknya bingkai kebangsaan dan kenegaraan hari ini.
"Tindakan cawe-cawe dalam pemilu, penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power), penggunaan fasilitas negara dan politisasi bansos untuk kepentingan politik elektoral, serta pelanggaran netralitas oleh para pejabat publik dalam pemilu, menjadi gejala terdegradasinya nilai, moral, dan etika kebangsaan," jelasnya.
Civitas akademika UPI Bandung sangat menyayangkan sikap Jokowi yang tidak mencerminkan kedudukannya sebagai kepala negara, sekaligus kepala pemerintahan yang semestinya bersikap dan bertindak sebagai negarawan, teladan, dan role model, serta pengayom bagi seluruh elemen, masyarakat, bangsa, dan negara.
Cecep menjelaskan bahwa apa yang ditunjukkan Presiden Jokowi sangat tidak selaras dengan ajaran trilogi kepemimpinan Ki Hajar Dewantara.
"Artinya, tiga prinsip yang harus dijalankan oleh seorang pemimpin ialah di depan memberi teladan, di tengah membangun ide atau gagasan, dan di belakang memberikan dorongan," jelas Cecep.
Baca Juga: Reaksi Ganjar Saat Ditodong Pertanyaan oleh Wartawan Bule Soal Anies, Nyengir dan Bilang Ini
Jika kondisi ini terus dibiarkan menurut civitas akademika UPI Bandung, dapat berpotensi tidak terlegitimasinya penyelenggaraan pemilu hingga meningkatnya ketidakpercayaan masyarakat terhadap penyelenggaraan pemilu. Dan yang lebih buruk, dapat mengancam disintegrasi bangsa dan negara.