Suara.com - Unjuk rasa kepala desa di depan Gedung DPR/MPR justru dilaporkan berakhir ricuh setelah menyampaikan aspirasinya. Lantas, apa saja isi tuntutan para kepala desa tersebut?
Sebelumnya, massa yang berasal dari Asosiasi Kepala Desa Indonesia atau Apdesi melakukan pembakaran sampah dan memukul gerbang gedung DPR/MPR RI saat menyampaikan aspirasinya di lokasi tersebut Rabu kemarin.
Isi Tuntutan Apdesi yang Berdemo
Secara umum, unjuk rasa yang dilakukan Apdesi ini ditujukan untuk menuntut pengesahan revisi UU Nomor 6 Tahun 2014, mengenai kelembagaan Desa/Desa Adat, yakni lembaga Pemerintahan Desa/Desa Adat yang terdiri atas Pemerintah Desa/Desa Adat dan Badan Permusyawaratan Desa/Desa Adat, Lembaga Kemasyarakatan Desa, dan lembaga adat.
Baca Juga: Ricuh! Demo APDESI di DPR, Lempar-lemparan Batu hingga Pagar DPR Copot
Lebih lanjut, revisi regulasi tersebut mencakup perpanjangan masa jabatan kepala desa dan perubahan porsi dana desa dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara tahun 2024 ini. Fokus utama yang dituntut adalah tentang masa jabatan kepala desa dan jabatan terkait menjadi selama 9 tahun dengan 3 periode.
Tuntutan ini sebelumnya sudah diajukan beberapa tahun silam oleh aparat desa dan asosiasi kepala desa. Namun hingga saat ini belum ada pembahasan lebih lanjut mengenai hal tersebut dari sisi pemerintah dan DPR RI, yang berwenang dalam penetapan masa jabatan ini.
Ancam Blokir Jalan Tol S. Parman
Demonstrasi yang dilakukan sebenarnya berjalan cukup tertib. Namun ketika Apdesi menuntut masuk ke Gedung DPR di Jalan Gatot Subroto, aparat menghalangi dan Apdesi tidak bisa masuk ke area kompleks tersebut.
Karena gerbang tidak kunjung dibuka, seorang pendemo yang berasal dari Aceh mengatakan agar demonstran berpencar guna menutup Jalan Tol S. Parman, dan sebagian untuk bertahan di depan gerbang.
Baca Juga: Gara-Gara Surat Undangan, Perangkat Desa Ngamuk di Depan Gedung DPR RI, Kok Bisa?
Apa yang dilakukan demonstran ini diklaim sebagai hasil dari anggota DPR yang dianggap tidak mendengarkan aspirasi dari pendemo. Langkah yang cukup ekstrim kemudian diambil supaya aspirasi mereka didengar oleh anggota DPR yang berada di gedung tersebut.
Kontributor : I Made Rendika Ardian