Suara.com - Sekjen DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto mengatakan pihaknya menunggu respons dari Presiden Joko Widodo atau Jokowi, terkait tindak kekerasan yang dialami masyarakat dari aparat akibat ketidaknetralan jelang pemilu. Salah satu korbanya adalah kader atau simpatisan dari PDIP.
Hasto mengatakan pihaknya miris melihat berbagai kejadian belakangan. Misalnya insiden saat Presiden Jokowi melakukan kunjungan kerja ke Gunungkidul, Yogyakarta, pada Selasa (30/1).
"Karena ini tidak terjadi kali ini, sebelum-sebelumnya sudah terjadi, hanya kami menempuh jalan kesabaran," kata Hasto dalam konferensi pers di kantor DPP PDIP, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (1/2/2024).
Politikus asal Yogyakarta ini menyesalkan intimidasi yang dilakukan oknum aparat terhadap kader PDIP, pada tingkatan yang paling bawah.
"Ketika ini sudah berkaitan dengan struktur kami di tingkat yang paling bawah dan mereka menyatakan akan membela bendera PDIP yang sudah dikibarkan dengan penuh militansi menjaga bendera itu, maka itu simbol gerakan rakyat," ujarnya.
Hasto mengatakan PDIP sama dengan Gerindra, Golkar, PKB, PPP, adalah peserta pemilu yang dijamin oleh undang-undang. Tetapi dia bertanya mengapa hanya bendera partai yang diketuai Megawati Soekarnoputri yang dilarang untuk dikibarkan.
Kejadian itu melengkapi berbagai kejadian di Sleman dimana seorang warga bernama Muhandi Mawanto harus merelakan nyawa karena dikeroyok.
“Dan tidak ada sama sekali ungkapan duka cita dari Istana. Padahal yang namanya Muhandi dulu berjuang mewakili rakyat yang mengharapkan terbaik baik bagi Indonesia dengan mendukung Pak Jokowi. Lalu apa yang terjadi di Boyolali Jawa Tengah 30 Desember,” urai Hasto.
“Inipun tidak ada sikap dari istana.”
Baca Juga: Cak Imin Pamer Foto Bareng Mantan Pacar, Publik Heboh: Cowok Klepon
Hasto menyinggung keberpihakan Jokowi pada salah satu pasangan capres-cawapres tertentu pada Pemilu 2024.
"Kami menunggu tanggapan terlebih dahulu, kami menunggu tanggapan terhadap rakyat yang telah menjadi korban akibat tindak kekerasan yang tidak perlu, akibat bapak Jokowi," ujarnya.
"Kalau mau berpihak seperti itu buat apa dilaksanakan pemilu?. Buat apa demokrasi kalau rakyatnya menjadi (korban) diskriminasi," sambung Hasto.