Suara.com - Terus merosotnya elektabilitas pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD diakibatkan kesalahan timnya dalam menerapkan strategi pemenangan.
Pengamat Politik M Qodari mengatakan, paslon Ganjar-Mahfud tidak mempunyai konsep yang jelas mengenai strategi pemenangan.
"Mereka kurang pemahaman terhadap situasi dan kondisi elektoral pada hari ini, logika elektoralnya lemah sehingga manuver-manuvernya ga konsisten," kata Qodari dikutip dari Youtube Cokro TV.
Baca Juga:
Baca Juga: Viral Dua Bocah Nyanyi Lagu untuk Prabowo, Liriknya Menohok: Dulu Emosi Gebrak Meja
GKR Bendara Putri Sultan Jogja Jajan di Gerobak Angkringan, Tingkahnya Menjadi Sorotan Publik
Direktur Eksekutif Indo Barometer ini menduga tim Ganjar-Mahfud masih menggunakan cara berpikir yang konvensional dalam pertarungan pilpres 2024.
Cara berpikir konvensional itu kata Qodari adalah memandang Pilpres 2024 ini adalah pertarungan popularitas calon presiden dan calon wakil presiden.
Ditambah lagi lanjut Qodari, Ganjar-Mahfud merasa yakin punya kolam suara yang kokoh dan mesin politik yang juga kuat.
Baca Juga: Sore Ini, Prabowo Bakal Kampanye Bareng AHY dan Demokrat di Stadion Gajayana Malang
Padahal di Pilpres 2024 ini menurut dia, agak berbeda dibanding pilpres-pilpres sebelumnya karena pola suaranya bukan ditentukan ketiga capres tapi oleh Presiden Jokowi.
"Pak Jokowi menciptakan dua kolam suara pada Pilpres 2024. Kolam yang tidak puas dengan Jokowi dan kolam yang puas Jokowi," ujar Qodari.
Hal lain yang membuat merosotnya elektablitas Ganjar-Mahfud menurut Qodari karena emosi terhadap Jokowi yang tidak mendukung capres PDIP.
Reaksi marah dari kubu Ganjar-Mahfud ini mewujud dalam bentuk langkah-langkah politik. Harusnya kata Qodari, langkah politik elektoral adalah produk pemikiran kepala dingin.
Semestinya saran Qodari, kubu Ganjar-Mahfud tetap konsisten mendukung pemerintahan Jokowi, bersaing dengan Prabowo-Gibran.
Walau Gibran anak Jokowi, ujar Qodari, harusnya kubu 03 harusnya tetap mengatakan sebagai pihak paling Jokowi dengan cara mendukung semua program-program Jokowi.
"Tapi yang dilakukan Ganjar-Mahfud banyak menyerangnya. Harusnya konsisten saja mendukung Pak Jokowi. Cari elemen yang bisa meyakinkan publik bahwa memang Ganjar-Mahfud pasangan yang lebih bisa mewujudkan dan paling mirip dengan Pak Jokowi," beber Qodari.
Tapi karena emosi, marah dengan Jokowi karena mendukung Prabowo-Gibran, menurut Qodari, maka yang muncul adalah pernyataan bersifat menyerang.
Padahal kalau bicara teks visi dan misi Ganjar-Mahfud adalah melanjutkan program Jokowi. Tapi teks tertulis dengan teks lisannya beda.
"Jadi apa yang sudah dirumuskan di visi misi melanjutkan Pak Jokowi harus dibarengi dengan narasi lisan paralel dengan buku visi dan misi bukan tiki taka dengan Anies. Ganjar itu harusnya tiki taka dengan Prabowo," ujar Qodari.