Bahaya Dinasti Politik, Aktivis 98 Sahat Simatupang Beri Contoh Negara Filipina

Suhardiman Suara.Com
Selasa, 30 Januari 2024 | 16:03 WIB
Bahaya Dinasti Politik, Aktivis 98 Sahat Simatupang Beri Contoh Negara Filipina
Ketua Majelis Nasional Perhimpunan Pergerakan 98 Sahat Simatupang. [Suara.com]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Berbagai kalangan mempersoalkan dinasti politik yang dituduhkan kepada keikutsertaan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres yang mendampingi Prabowo Subianto dalam Pilpres 2024.

Gibran dianggap melanggengkan kekuasaan Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Ia memenuhi syarat sebagai cawapres usai Mahkamah Konstitusi memutuskan putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023. Persoalan dinasti politik kembali mencuat.

Ketua Majelis Nasional Perhimpunan Pergerakan 98 Sahat Simatupang mencontohkan bahaya dinasti politik. Apalagi jika di dalamnya terdapat persekongkolan politik seperti yang terjadi di Negara Filipina.

"Jika kita ikuti perkembangan politik di Filipina saat ini, mantan Presiden Rodrigo Duterte terang-terangan menyuruh Presiden Bongbong Marcos Jr anak mantan diktator Presiden Ferdinand Marcos untuk mundur dan digantikan anaknya yang Wakil Presiden Sara Duterte-Carpio," kata Sahat Simatupang saat diwawancarai perihal bahaya dinasti politik, Selasa (30/1/2024).

Majunya Sara Duterte sebagai cawapres Filipina mendampingi Bongbong Ferdinand Marcos Jr, kata Sahat, adalah bentuk dinasti politik dan hasil cawe-cawe Presiden Rodrigo Duterte saat masih menjabat Presiden Filipina.

Duterte diakhir masa jabatannya sebagai presiden, ujar Sahat, berusaha maju kembali meski konstitusi Filipina menegaskan masa jabatan presiden hanya enam tahun dan tak boleh dipilih kembali untuk periode kedua.

"Di Indonesia presiden boleh dipilih dua kali periode. Di Filipina Presiden Duterte malah ingin memperpanjang masa jabatannya dengan maju sebagai calon wakil presiden. Namun ide gila itu gagal. Cawe-cawe akhirnya memajukan anaknya sebagai calon wakil presiden Filipina berpasangan dengan anak mantan penguasa diktator Filipina Ferdinand Marcos," ungkapnya.

Namun dua tahun setelah kemenangan Bongbong Ferdinand Marcos Jr dan Sara Duterte-Carpio, dinasti politik dan hasil cawe-cawe Presiden Rodrigo Duterte mulai pecah.

"Filipina saat ini dilanda konflik terbuka antara mantan Presiden Rodrigo Duterte dengan Presiden saat ini Bongbong Marcos Jr. Bahkan anak laki-laki Duterte yang tak lain pengganti Sara Duterte sebagai Wali Kota Davao yakni Sebastian Duterte mengkritik dan menyuruh Presiden Bongbong Marcos mundur," cetus Sahat.

"Begitulah bahayanya dinasti politik apalagi didasari pada persekongkolan politik dan ambisi perpanjangan masa jabatan presiden. Bahkan Rodrigo Duterte sempat rela menjadi cawapres Filipina dari sebelumnya Presiden, demi kekuasaan. Saya mengajak Indonesia belajar dari konflik di Filipina saat ini dampak dinasti politik." tukas Sahat.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI