Sebut Presiden Boleh Kampanye dan Memihak, Tanda Tiupan Trompet Jokowi Turun ke Medan Perang di Pilpres 2024

Rabu, 24 Januari 2024 | 17:45 WIB
Sebut Presiden Boleh Kampanye dan Memihak, Tanda Tiupan Trompet Jokowi Turun ke Medan Perang di Pilpres 2024
Presiden Jokowi dan Prabowo di Lanud Halim Perdanakusuma, Rabu (24/1/2024). (Suara.com/Novian)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pakar politik Universitas Gadjah Mada (UGM), Arya Budi menilai Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah meniup trompet untuk siap turun ke medan perang di Pilpres 2024. Hal itu menyusul pernyataan Jokowi terkait presiden-menteri yang boleh kampanye dan memihak di Pilpres dan Pemilu 2024.

"Statement itu menurut saya menunjukkan bahwa dia (Jokowi) sedang meniup trompet, dia sudah bukan lagi di belakang, dia akan maju ke medan perang," kata Arya saat dihubungi, Rabu (24/1/2024).

Menurut Arya, gerak-gerik Jokowi sudah bisa dilihat sejak Oktober 2023 lalu tepatnya ketika momentum pendaftaran capres cawapres. Hingga kemudian muncul nama putra sulungnya Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres mendampingi Prabowo Subianto. 

"Nah itu sebenarnya Jokowi sudah mendeklarasikan diri bahwa dia secara politik itu ikut berkontestasi karena ada nama Gibran di sana. Tidak mungkin tidak seorang bapak tidak mendukung anaknya apalagi mewarisi kebijakan dan legacy-legacy yang dianggap Jokowi perlu diteruskan, ada IKN ada pembangunan-pembangunan food estate dan macam-macam. Nah itu Oktober itu dia deklarasi," paparnya.

Baca Juga: Jokowi Bilang Presiden hingga Menteri Boleh Berpihak, Pengamat: Kan Problemnya Abuse of Power

"Nah statement di masa kampanye dimana tinggal dua minggu lebih sedikit, itu bukan deklarasi tetapi dia ikut di dalam medan tempur," imbuhnya.

Jokowi dinilai tak lagi berada di belakang yang tidak terlihat oleh para panglima tempur pasukan tempur baik lawan dan kawan. Melainkan sudah memberikan tanda untuk keikutsertaannya di medan perang.

"Kita enggak tahu bentuknya akan seperti apa. Apakah dia akan kampanye, dia akan lebih vulgar, itu persoalan lain," ucapnya.

Pernyatan Jokowi itu, kata Arya mudah saja untuk dipahami. Secara sederhana, Jokowi sedang berpikir keras untuk menghindari skema yang sama ketika ia maju sebagai capres pada 2014 dan 2019 silam.

Ketika itu hanya ada dua pasangan calon yang maju sehingga suara dengan mudah terpecah. Sementara saat ini ada tiga paslon yang berkontestasi.

Baca Juga: Menguat di Akar Rumput! Emak-emak dan Buruh Tani All In Prabowo-Gibran

Kondisi tersebut lantas berdampak pada hasil berbagai lembaga survei kredibel yang belum mencatat elektabilitas pasangan calon nomor urut 2 Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka menembus angka 50 persen.

"Nah berdasarkan tren elektabilitas yang belum tembus itu lah, saya pikir Jokowi merasa perlu untuk mendekatkan diri atau menunjukkan dirinya bahwa dia mendukung pasangan yang dia dukung yaitu secara implisit, dia belum deklarasikan, tapi secara implisit Prabowo-Gibran," terangnya.

Jokowi pun akan semakin menunjukkan berbagai kebijakan populer saat ini misal bansos kepada para pemilihnya dulu. Tidak lain agar publik mendukung kebijakannya.

Mengingat popularitas Jokowi sendiri masih cukup tinggi yakni berada di atas 75 persen. Namun sayang, popularitas itu tidak terkonversi ke suara dalam tanda kutip penerusanya yaitu Prabowo-Gibran. 

"Sehingga saya pikir Jokowi merasa perlu untuk mendekatkan diri ke pasangan itu. Agar publik paham bahwa mereka itu juga adalah Jokowi. Prabowo-Gibran pun juga adalah Jokowi. Dengan seperti itu harapannya, publik pemilih-pemilih yang puas terhadap Jokowi itu bisa terkonversi pilihan mereka terhadap pasangan capres-cawapres. Nah jadi latar politiknya itu. Tafsir politik dan motif politiknya itu clear," tandasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI