Gibran Jadi Cawapres, Jokowi Sebut Presiden Boleh Kampanye, Pakar UNS: Etika Nggak Pas!

Rabu, 24 Januari 2024 | 16:09 WIB
Gibran Jadi Cawapres, Jokowi Sebut Presiden Boleh Kampanye, Pakar UNS: Etika Nggak Pas!
Presiden Joko Widodo atau Jokowi menghadiri peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2023 yang digelar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Istora, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (12/12/2023). (Suara.com/Yaumal)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Presiden Jokowi menegaskan bahwa presiden hingga menteri boleh berkampanye dan memihak di Pemilu. 

Hal itu disampaikan Presiden Jokowi di Pangkalan TNI AU Halim Jakarta, Rabu (24/1/2024). Namun, pernyataan tersebut banyak mengundang reaksi beragam dari masyarakat.

Apalagi putra sulungnya Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka menjadi salah satu kontestan di Pilpres 2024 sebagai cawapres mendampingi Capres Prabowo Subianto.

Pakar Hukum Tata Negara UNS, Agus Riewanto mengatakan secara formal tidak ada aturan yang melarang presiden berkampanye dan memihak.

Baca Juga: Penuhi Target Jokowi, Realisasi Investasi Sepanjang 2023 Capai Rp 1.418,9 triliun

"Tetapi secara etik, nilai moralitas, kepantasan dan kepatutan saja. Kalau presiden itu ikut mendukung berkampanye kepada salah satu calon. Meskipun tidak menggunakan fasilitas negara itukan berarti berpihak," kata dia kepada Suara.com, Rabu (24/1/2024).

Agus menjelaskan padahal ketika seseorang menjadi presiden itu sejak awal sudah dibaca sumpah jabatan sebagai presiden. 

Itu bekerja untuk nusa dan bangsa, untuk seluruh rakyat Indonesia jadi tidak boleh memihak salah satu paslon yang sedang berkompetisi dalam pilpres.

"Ini soal kepatutan dan kepantasan saja, ukurannya kan patut dan pantas, baik dan buruk. Sekiranya pantas nggak kalau itu dilakukan oleh seorang presiden, sementara anaknya adalah calon wakil presiden," paparnya.

Menurutnya mungkin orang masih bisa menerima kalau tiba- tiba orang-orang yang mencalonkan itu tidak ada hubungannya dengan presiden.

Baca Juga: Tom Lembong Hingga Gibran Ribut soal LFP, Menteri Bahlil: Bahan Bakunya Kita Tidak Punya

Tapi ini ada hubungannya antara presiden dengan salah satu cawapres. 

"Itu masalahnya, ketidakpantasan di situ karena anaknya mencalonkan diri. Di situ lah letak utama kepantasan secara etik," ungkap dia.

Dengan itu semua maka dipastikan akan tidak adil, dipastikan akan diskriminasi.

"Presiden itukan kepala negara dan kepala pemerintahan. Pemerintahan pasti berpihak, itu nggak pas secara etika," jelasnya.

Seharusnya presiden, lanjut dia, tidak menyatakan itu dan tidak melakukan itu.  Karena itu akan menimbulkan multitafsir yang sangat luas, salah satunya adalah orang akan melihat presiden tidak netral, karena salah satu cawapres adalah putra kandungnya. 

"Seharusnya tidak dilakukan oleh presiden. Karena presiden itu contoh dan suri teladan bagi pejabat publik," tandas dia.

Kontributor : Ari Welianto

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI