Suara.com - Ketiga calon wakil presiden (cawapres) disebut belum membahas pentingnya pelibatan perempuan dalam pembangunan berkelanjutan saat debat Cawapres kedua.
Hal itu disampaikan Ketua Pusat Studi Agama, Lingkungan dan Perubahan Iklim, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Maila Dinia Husni Rahiem.
"Pada debat, para cawapres tidak secara tegas menyoroti peran penting perempuan dalam melestarikan lingkungan dan partisipasi mereka dalam pembuatan kebijakan pemerintah terkait lingkungan," ujar Maila saat dihubungi di Jakarta, Senin (22/1/2024).
"Ini terlihat baik dalam paparan program awal maupun dalam tanggapan terhadap pertanyaan khusus mengenai peran perempuan dalam masyarakat adat," katanya menambahkan.
Pada debat cawapres yang dilaksanakan Minggu (21/1), moderator membacakan pertanyaan dari panelis kepada Cawapres nomor urut 03 Mahfud MD, bahwa sejak 2014, terjadi perampasan 8,5 juta hektare wilayah adat, mengakibatkan 678 kasus kriminalisasi dan pemiskinan perempuan adat.
Tanggapan dari para cawapres terhadap masalah ini bervariasi, Mahfud MD mengusulkan penertiban birokrasi pemerintah dan aparat penegak hukum, Muhaimin berpegang pada prinsip bahwa tidak ada satu pun masyarakat yang boleh ditinggalkan.
Sementara Gibran menyoroti perlunya keterlibatan pengusaha dan UMKM lokal, dengan fokus pada pencarian titik tengah dan keseimbangan dalam pengembangan industri.
Guru Besar Pendidikan Anak Usia Dini dan Kesejahteraan Sosial UIN Jakarta ini juga menyebutkan, yang menjadi catatan adalah ketiga pasangan calon tidak secara eksplisit menegaskan mengapa partisipasi perempuan sangat penting dalam kebijakan pemerintah dan pembangunan berkelanjutan, terutama dalam hal sumber daya manusia, lingkungan hidup, dan energi.
"Seharusnya, para calon wakil presiden dapat lebih merinci dan menjelaskan pentingnya perempuan dalam aspek-aspek tersebut. Dengan demikian, program-program mereka dapat menjadi lebih inklusif dan mengakomodasi kontribusi perempuan dan kebutuhan perempuan dan anak secara lebih efektif," ucapnya.
Maila menuturkan, ada beberapa poin yang perlu menjadi perhatian, pertama yakni perempuan dan anak-anak cenderung menghadapi kerentanan yang lebih tinggi terhadap risiko sosial, ekonomi, dan kesehatan dari perubahan iklim.