"Di era Reformasi NU mendirikan PKB. Partai Kebangkitan Bangsa. NU itu Nahdlatul Ulama, kebangkitan Ulama. PKB itu Kebangkitan Bangsa. Jadi dianggap segarislah. NU itu sayap agama, PKB itu sayap politik," tambah Gus Nadir.
Ada Gerakan PBNU Dukung Prabowo-Gibran
Dalam penjelasannya, Gus Nadir kemudian menyebut kekinian apalagi menjelang Pilpres 2024, muncul gerakan yang membuat PBNU kembali ke politik praktis.
"Jadi timbul persoalan-persoalan. Ternyata belakangan makin parah. Saya mendengar kemarin itu di Surabaya, dikumpulkan oleh PBNU di Hotel Bumi, para pengurus, Rais 'Aam hadir, ketua umum hadir, rais hingga ketua Tanfidziyah seluruh Indonesia, PW dan PC," kata Gus Nadir.
Saat dikonfirmasi dari pernyataannya itu, apakah Rais 'Aam, Kiai Miftachul Akhyar dan Kiai Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya juga ikut hadir di pertemuan tersebut, Gus Nadir mengiyakan.
"Kiai Miftachul Akhyar hadir, Gus Yahya juga hadir," ucap Gus Nadir.
"Dan saya mendapat informasi, saya sudah cek dan tabayun ke kiai sepuh yang hadir, bahwa memang ini jadi masalah ketika, retorika di luar netral. Ternyata lain di mulut lain di pertemuan itu," jelas Gus Nadir.
Inti dari pertemuan itu kata Gus Nadir ialah ada dawuh atau bisa dibilang instruksi untuk memenangkan paslon nomor 2 Prabowo-Gibran.
"Tidak tertulis, karena bukan keputusan organisasi resmi. Tapi menggerakan struktur organisasi secara masif sampai ke bawah yaitu mendukung calon 02. Ini menjadi keresahan. Mengapa kemudian PBNU melanggar apa yang disampaikannya sendiri sebelumnya, untuk kemudian tidak bermain politik praktis, tapi politik kebangsaan," ungkap Gus Nadir.
Baca Juga: Ketika PBNU Kena Sentil, Ngaku Netral tapi Dukung Prabowo-Gibran di Pilpres
Menurut Gus Nadir, saat PBNU mendukung dan terlibat secara formal ataupun non formal kepada paslon 01,02 atau 03, gerakan civil society menjadi tidak berdaya menghadapi Pilpres.