Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Bupati Labuanbatu, Erik Aritonga atas kasus suap proyek pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara.
Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron mengatakan, Erik Aritonga ditetapkan menjadi tersangka bersama tiga orang lainnya.
Ketiga orang yang dijadikan tersangka dalam perkara ini yakni Rudi Syahputra Ritonga selaku anggota DPRD Kabupaten Labuhanbatu, Efendy Sahputra, dan Fazar Syahputra alias Abe selaku pihak swasta.
Diketahui, Kabupaten Labuhanbatu memiliki Anggaran Belanja Daerah (ABD) tahun 2023 sebesar Rp 1,4 Triliun. Kemudian di tahun 2024 ini, nilai anggaran belanja tersebut pun tidak berubah.
Baca Juga: KPK Tetapkan Bupati Labuhanbatu Erik Adtrada Ritonga Jadi Tersangka Kasus Suap
Agar mendapatkan anggaran lebih, Erik kemudian melakukan intervensi dan ikut secara aktif berbagai proyek pengadaan yang ada di berbagai SKPD Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu.
“Proyek yang menjadi atensi EAR diantaranya di Dinas Kesehatan dan Dinas PUPR dan khusus di Dinas PUPR yaitu proyek lanjutan peningkatan jalan Sei Rakyat - Sei Berombang Kecamatan Panai Tengah,” kata Ghufron, Jumat (12/1/2024).
“Dan proyek lanjutan peningkatan jalan Sei Tampang - Sidomakmur Kecamatan Bilah Hilir/Kecamatan Panai Hulu dengan besaran nilai pekerjan kedua proyek tersebut sebesar Rp 19,9 M,” imbuhnya.
Erik kemudian menunjuk Rudi Syahputra Ritonga guna melakukan pengaturan proyek disertai menunjuk secara sepihak siapa saja pihak kontraktor yang akan dimenangkan.
“Besaran uang dalam bentuk fee yang dipersyaratkan bagi para kontraktor yang akan dimenangkan yaitu 5 % s/d 15 % dari besaran anggaran proyek,” kata Ghufron.
Baca Juga: NasDem Tidak Beri Bantuan Hukum untuk Bupati Erik, Sekjen: Punya Lawyer Sendiri
Sementara keterlibatan pihak dua orang pihak swasta, yakni Efendy, dan Fazar lantaran menjadi pihak yang dimenangkan dalam proyek di Dinas PUPR.
Saat bulan Desember kemarin, Erik melalui Rudi, meminta uang kepada Efendy dan Fajar, karena telah dimenangkan proyeknya di Dinas PUPR.
“Penyerahan uang dari FS dan ES pada RSR kemudian dilaksanakan pada awal Januari 2024 melalui transfer rekening bank atas nama RSR dan juga melalui penyerahan tunai,” jelas Ghufron.
Saat itu Erik menerima fee komisi senilai Rp 551,5 juta, dari total senilai Rp 1,7 miliar.
“KPK masih akan menelusuri adanya pihak-pihak lain yang diduga juga turut memberikan sejumlah uang pada EAR melalui RAR,” kata Ghufron.
Guna kepentingan pemeriksaan, keempat tersangka ini dilakukan penahanan selama 20 hari ke depan. Terhitumg sejak 12-31 Januari 2024 di Rutan KPK
Efendy dan Fauzy dijerat dengan Pasal 5 ayr (1) atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara Erik dan Rudi sebagai penerima jerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 5 ayat (1) ke 1 KUHP.