Suara.com - Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi atau Dewas KPK menyebut Firli Bahuri mangkir di sidang dugaan pelanggaran etik. Ketua KPK nonaktif itu tidak memberikan keterangan yang jelas atas ketidakhadirannya.
"Firli tidak hadir, alasannya enggak jelas juga," kata Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean usai persidangan di Gedung KPK C1, Jakarta, Rabu (20/12/2023).
Namun demikian persidangan etik tetap digelar Dewas KPK tanpa kehadirian Firli sebagai terperiksa.
"Sesuai dengan ketentuan yang ada pada kami, kalau sudah dua kali tidak hadir, tanpa alasan yang sah, maka persidangan tetap dilanjutkan," ujar Tumpak.
Baca Juga: Tak Hadiri Sidang Etik, Dewas KPK Sebut Firli Bahuri Rugi: Tak Bisa Bela Diri!
Dengan tidak hadir, Firli disebut tidak memanfaatkan kesempatannnya untuk melakukan pembelaan diri.
"Berarti dia rugi dong, karena dia tidak bisa membela dirinya, kan begitu. Mungkin keterangan orang-orang (saksi) ini keliru kan, dia tidak bisa membantah, kan begitu. Di situ kelemahannya kerugian bagi dia, bukan kerugian bagi kami, bukan," tegas Tumpak.
Pada persidangan perdana yang digelar hari ini, Dewas KPK memeriksa 12 saksi, di antaranya mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL), termasuk ajudannya. Kemudian tiga pimpinan KPK, Nawawi Pomolango, Nurul Ghufron, dan Alexander Marwata.
Sebanyak 12 saksi digali keterangannya terkait pertemuan Firli dengan SYL, yang menjadi salah satu dugaan pelanggaran etik. Berdasarkanketerangan yang diperoleh, tidak terdapat perbedaan yang signifikan dari pemeriksaan sebelumnya.
Pada persidangan Kamis (21/12) besok, Dewas KPK masih menjadwalkan pemeriksaan saksi. Saksi yang akan diperiksa berjumlah 12 orang. Secara keseluruhan ada 27 saksi yang akan dimintai keterangannya. Sidang etik Firli ditargetkan rampung sebelum tahun baru.
Pelanggaran Etik Firli
Dewas KPK mengumumkan tiga dugaan pelanggaran etik Firli yang dinaikkan ke persidangan. Pertama, pertemuan dengan mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL). Dewas KPK menyebut pertemuan itu terjadi beberapa kali.
Kedua, Firli disebut tidak melaporkan harta kekayaan secara jujur di LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara), termasuk kepemilikian utang.
Ketiga, kepemiliki rumah nomor 46 di Jalan Kartanegara, Jakarta Selatan. Kepemilikan rumah itu juga menjadi kontroversi, karena menjadi objek yang digeledah penyidik Polda Metro dalam kasus dugaan pemerasan Firli ke SYL.