Israel vs Hamas: Milisi Houthi Ubah Perdagangan Dunia Kembali ke Abad 15, Bisa Picu Krisis Ekonomi Global

Liberty Jemadu Suara.Com
Selasa, 19 Desember 2023 | 16:38 WIB
Israel vs Hamas: Milisi Houthi Ubah Perdagangan Dunia Kembali ke Abad 15, Bisa Picu Krisis Ekonomi Global
Cuplikan rekaman dari selebaran yang dirilis oleh Pusat Media Houthi Ansarullah Yaman, menunjukkan anggota kelompok pemberontak Houthi saat menangkap sebuah kapal kargo yang terkait dengan Israel di lokasi yang tidak ditentukan di Laut Merah, Senin (19/11/2023). [ANSARULLAH MEDIA CENTRE / AFP]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Rantai pasokan perdagangan global menghadapi krisis akibat perang antara Israel dan Hamas di Gaza. Kapal-kapal kargo dan minyak kini ketakutan melintasi Laut Tengah - salah satu jalur perdagangan utama dunia - karena diserang milisi Houthi di Yaman.

Dalam beberapa pekan terakhir, milisi Houthi terus meningkatkan serangan ke kapal-kapal dagang yang melewati Laut Merah dan Terusan Suez di Mesir. Serangan itu merupakan reaksi atas pengeboman tak henti Israel di Gaza.

Perusahaan-perusahaan kapal dunia kini memilih berlayar melewati Tanjung Harapan di Afrika Selatan untuk menghindari Jalur Merah. Perdagangan dunia seperti kembali ke abad 15 silam.

Selat Bab-el-Mandeb di Laut Merah, jalur perdagangan strategis dunia yang kini tidak aman gara-gara ancaman milisi Houthi asal Yaman. [Suara.com/Google Maps]
Selat Bab-el-Mandeb di Laut Merah, jalur perdagangan strategis dunia yang kini tidak aman gara-gara ancaman milisi Houthi asal Yaman. [Suara.com/Google Maps]

Mengapa Laut Merah sangat penting?

Baca Juga: Menegangkan! Beginilah Aksi Pemberontak Houthi Yaman saat Bajak Kapal Kargo Israel

Dilansir dari The Guardian, pintu menuju Laut Merah yakni Selat Bab-el-Mandeb merupakan salah satu jalur perdagangan paling padat dan penting di dunia. Minyak, produk otomotif, hingga alat elektronik yang dikirim antarnegara dari Asia menuju Eropa melewati jalur tersebut.

Selat Bab-el-Mandeb berada di antara Yaman dan Djibouti. Lebarnya hanya sekitar 20 mil atau sekitar 32 km. Karenanya kapal-kapal kargo dan tanker dengan mudah bisa dihantam oleh rudal dan drone Houthi yang bermarkas di Yaman.

Bahkan pada November lalu, pasukan Houthi berhasil mendarat di atas kapal kargo Jepang, yang membawa sejumlah besar mobil, menggunakan helikopter.

Selat Bab-el-Mandeb merupakan pintu dari selatan menuju Terusan Suez, jalur yang merevolusi perdagangan manusia sejak dibuka sekitar 150 tahun lalu karena menjadi jalan pintas antara Amerika, Eropa, Timur Tengah dan Asia.

Sekitar 12 persen perdagangan dunia melewat Laut Merah, termasuk 30 persen dari lalu-lintas kontainer global dengan nilai hingga miliaran dolar per tahun. Gangguan terhadap jalur ini karenanya akan sangat merusak perekonomian dunia.

Baca Juga: Kapal Pengangkut Mobil Jepang Dibajak Milisi Houthi, Dituding Sebagai Milik Israel

Houthi vs Barat

Houthi, kelompok bersenjata dan pemberontak di Yaman, disokong oleh Iran. Kelompok milisi ini mengatakan akan menyasar kapal-kapal yang terkait Israel di Laut Merah selama Gaza terus dibom oleh pemerintah Benjamin Netanyahu.

Bermarkas di Sana, ibu kota Yaman, Houthi telah beberapa kali menyerang kapal-kapal kargon di Selat Bab-el-Mandeb menggunakan rudal, drone bahkan mendaratkan pasukan di atas kapal menggunakan helikopter.

Awalnya yang disasar adalah kapal-kapal terkait Israel, tetapi kini beberapa perusahaan mengaku juga diincar meski tidak ada hubungannya dengan Tel Aviv.

Sebagai respons atas gangguan Houthi itu, Amerika Serikat pada Senin mengumumkan telah membentuk sebuah koalisi yang terdiri dari 10 negara untuk menjaga jalur dagang strategis di Laut Merah.

Koalisi itu terdiri dari antara lain AS, Inggris, Prancis, Bahrain, Italia, Spanyol, Kanada, Belanda dan Norwegia. Kapal-kapal angkatan laut koalisi tersebut akan berpatroli di sekitar Laut Merah.

Juru bicara Houthi, Mohammad al Bukhaiti mengatakan pihaknya tidak gentar dan akan menghadapi pasukan Barat yang berpatroli di perairan tersebut.

Perdagangan dunia terganggu

Perusahaan-perusahaan kargo dan perkapalan mengeluhkan naiknya biaya asuransi akibat gangguan Houthi di Laut Merah. Lazimnya kapal harus menginformasikan kepada perusahaan asuransi saat akan memasuki perairan berisiko dan mereka akan dimintai biaya premi tambahan senilai 0,07 persen dari nilai kapal.

Tetapi kini, akibat serangan Houthi, biaya premi tambahan tersebut meningkat hingga 0,5 sampai 0,7 persen. Sementara itu pada pekan ini perusahaan-perusahaan asuransi perkapalan memperluas area di Laut Merah yang dinilai sebagai berisiko tinggi. Itu artinya kapal-kapal dagang harus merogoh kocek lebih dalam untuk melintas area tersebut.

Tetapi sebagian besar pemilik kapal kini urung melintasi Laut Merah. Mereka menilai, risikonya sudah terlalu besar.

Pekan lalu beberapa perusahaan kapal raksasa seperti Maersk, Hapag Lloyd dan MSC memutuskan untuk tidak melewati Laut Merah. Pada Senin kemarin, perusahaan minyak dan gas asal Inggris BP, juga memutuskan untuk tak lagi mengirim muatannya melewati Laut Merah.

Menurut lembaga thinktank Atlantic Council, 7 dari 10 perusahaan kapal terbesar dunia menghentikan pelayaran di Laut Merah.

Mereka lebih memilih jalur memutar, melewati Tanjung Harapan di Afrika Selatan, seperti pada abad 15 silam. Jalur ini memakan waktu 2 pekan lebih lama.

Harga-harga naik

Setelah BP mengumumkan tak lagi mengirim minyak dan gas melewati Laut Merah, harga minyak dunia naik. Para analis mewanti-wanti, jika lebih banyak perusahaan minya mengambil langkah yang sama dengan BP, maka harga energi akan melonjak tajam.

Faktanya, langkah apa pun yang diambil perusahaan kargon dan tanker, harga-harga barang akan tetap naik. Kalau pun perusahaan perkapalan tetap nekat melewati Laut Merah, mereka akan dipaksa membayar lebih mahal ke perusahaan asuransi dan harga-harga barang juga akan naik mengikut melonjaknya biaya logistik.

Gejolak ini dikhwatirkan akan menyebabkan krisis ekonomi yang lebih jauh, ketika dunia sedang berusaha pulih dari krisis akibat Covid-19 dan perang Rusia - Ukraina.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI