Suara.com - DPR AS sepakat untuk memakzulkan Joe Biden terkait urusan bisnis luar negeri anaknya, Hunter Biden. Keputusan tersebut dilakuka setelah DPR AS yang dikuasai Partai Republik mendapat suara terbanyak, yakni 221 berbanding 212.
Keputusan akan memakzulkan Biden dilakukan pada Rabu (13/12/2023) waktu setempat.
Dilansir Aljazeera, pemungutan suara untuk memakzulkan Biden dilakukan setelah orang nomor satu AS tersebut menolak panggilan untuk memberikan kesaksian secara tertutup setelah Partai Republik secara informal memulai penyelidikan.
"Kami tidak menganggap enteng tanggung jawab ini dan tidak akan berprasangka buruk terhadap hasil penyelidikan," kata Mike Johnson dan timnya setelah pemungutan suara.
Baca Juga: Muslim AS Kampanye Anti Joe Biden Jelang Pemilu 2024, Buntut Dukung Israel Perangi Hamas Palestina
"Tetapi catatan pembuktian tidak mungkin diabaikan."
Penyelidikan pemakzulan sendiri akan berlanjut hingga tahun 2024, bersamaan dengan Biden akan mencalonkan diri kembali sebagai capres yang memungkinkan ia berhadapan dengan mantan Presiden Donald Trump.
Trump sendiri sudah dua kali dimakzulkan selama menjabat di Gedung Putih, termasuk karena menghasut penyerangan pada bulan Januari 2021. Kini, Trump yang juga menghadapi empat persidangan pidana, telah mendorong sekutunya di Kongres untuk bergerak cepat dalam memakzulkan Biden.
Langkah itu dilakukan sebagai bagian dari seruannya yang lebih luas untuk melakukan pembalasan terhadap musuh-musuh politiknya.
Tanggapan Gedung Putih
Baca Juga: Nyayian 'Kematian' untuk PM Israel hingga Joe Biden Menggema di Reuni Akbar 212
Menanggapi rencana pemakzulan tersebut, Gedung Putih dengan tegas menolak inisiatif itu. Sebab menurut mereka rencana pemakzulan tidak berdasarkan fakta dan bermotif politik
"Mereka (Partai Republik) memilih membuang-buang waktu untuk aksi politik tak berdasar yang bahkan diakui oleh Partai Republik di Kongres tidak didukung oleh fakta,” kata Biden dalam pernyataan yang merespons hasil tersebut.
Keputusan untuk mengadakan pemungutan suara terjadi ketika Johnson dan timnya menghadapi tekanan yang semakin besar untuk menunjukkan kemajuan dalam penyelidikan mereka.
Pada kenyataannya hal tersebut telah menimbulkan pertanyaan etis yang tidak disertai bukti bahwa Biden bertindak korup atau menerima suap baik dalam jabatannya saat ini atau ketika menjadi wakil presiden di tahun 2009 dan tahun 2017.
Penyelidik Kongres sendiri telah memperoleh hampir 40 ribu halaman catatan bank dan puluhan jam kesaksian dari para saksi kunci, termasuk beberapa pejabat tinggi Departemen Kehakiman yang saat ini sedang menyelidiki putra presiden, Hunter Biden, atas tuduhan senjata api dan pajak.
Bila DPR mendukung pemakzulan, Senat juga harus melakukan pemungutan suara, namun hal tersebut hampir mustahil dilakukan di majelis karena rekan-rekan Biden dari Partai Demokrat memegang mayoritas 51-49.
"Dengan mendukung penyelidikan pemakzulan ini, Konferensi Partai Republik menandatangani satu tahun lagi Kongres 'Tidak Melakukan Apa-apa': Tidak ada undang-undang atau kemajuan kebijakan yang substantif, semua fantasi politik dan teori konspirasi," kata politisi Demokrat, Jamie Raskin.