Penguatan Lembaga KPK Hanya Sebagai Komoditas Politik?

Kamis, 14 Desember 2023 | 12:09 WIB
Penguatan Lembaga KPK Hanya Sebagai Komoditas Politik?
Dua moderator yakni Ardianto Wijaya dan Valerina Daniel berswafoto dengan tiga pasangan capres-cawapres usai debat perdana Pilpres 2024 di kantor KPU RI, Jakarta Pusat, Selasa (12/12/2023). (IG @ardiantowijayak)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Komisi Pemilihan Umum pada Selasa (12/12/2023) menyelenggarakan debat capres perdana. Debat kali ini mengusung mengenai tema pemerintahan, hukum, HAM, pemberantasan korupsi, penguatan demokrasi, peningkatan layanan publik, dan kerukunan warga.

Dalam debat kali ini, tampaknya nama Anies Baswedan sukses menjadi sorotan publik. Lantaran hampir semua pertanyaan dan tanggapan kandidat lain berhasil ia jawab dengan mulus.

Salah satunya ketika ia menyinggung mengenai Undang-Undang KPK yang harus direvisi. Menurutnya, hal itu harus segera direvisi agar KPK menjadi lembaga yang kuat kembali.

Seperti yang diketahui, menjelang Pilpres 2024 isu mengenai korupsi kembali gencar menjadi sorotan. Tentu bukan tanpa alasan, hal itu karena Ketua KPK Firli Bahuri turut terseret menjadi tersangka kasus rasuah.

Baca Juga: KPK Lepas Album BLACKPINK Milik Koruptor di Acara Hakordia, Pemenang Lelang: Buat Kado Istri Suka Drakor

Sungguh sangat ironis bukan, kepala yang bekerja pada lembaga antirasuah malah ditetapkan menjadi tersangka. Namun, lebih kontroversial lagi Revisi UU KPK 2019. Berikut ulasannya.

Kontroversi UU KPK dan Penetapan Firli Bahuri Sebagai Ketua

Banyak sekali poin mengenai revisi UU KPK yang dianggap melemahkan KPK, salah satu hal yang paling signifikan adalah pembentukan Dewan Pengawas KPK (Dewas). Hal itu dianggap membatasi dan menghambat langkah-langkah penyidik KPK.

Selain itu, ada juga peraturan mengenai perubahan status pegawai KPK menjadi PNS yang dianggap bisa menghambat independensi pegawai dalam memproses kasus. Ditambah lagi terpilihnya Firli Bahuri sebagai Ketua KPK.

Tentu bukan tanpa alasan, Firli sudah beberapa kali terbukti melakukan pelanggaran etik dan memiliki catatan kerja yang kurang baik. Hal ini juga dianggap sebagai upaya untuk melemahkan KPK dalam memberantas korupsi.

Baca Juga: KPK Periksa Waketum Golkar Nurdin Halid Di Kasus Hakim Gazalba Saleh, Ini Yang Didalami

Terbukti bukan? mengenai kejanggalan sejak awal Firli Bahuri dipilih sebagai Ketua KPK. Kini ia ditetap sebagai tersangka kasus dugaan korupsi berupa pemerasan ke SYL yang menjerat Filri berawal dari aduan masyarakat ke Polda Metro Jaya pada 12 Agustus 2023. Kasus pemerasan itu diduga berkaitan dengan kasus korupsi di Kementerian Pertanian yang menjerat SYL. Pada 6 Oktober 2023, penyidik meningkatkannya ke penyidikan.

Apakah Anies Baswedan Lupa Soal Inisiator Kontroversial Revisi UU KPK 2019?

Kontroversialnya kasus korupsi yang menyeret nama Ketua KPK pun semakin menurunkan kepercayaan publik. Bahkan, dari revisi UU KPK itu pun sebetulnya kepercayaan publik sudah menurun dan tak kunjung naik.

Sampai akhirnya sang kepala lembaga antirasuah menjadi tersangka. Meski kabar ini terdengar sangat miris, tampaknya ini malah dijadikan momentum para capres dan cawapres untuk santer menyerukan akan mengembalikan KPK menjadi lembaga independen seperti sebelumnya.

Namun, apakah mereka lupa siapa inisiator kontroversial di balik revisi UU KPK 2019. Melansir dari unggahan di akun X @narasitv. Diperlihatkan kalau inisiator revisi itu berasal dari fraksi PDIP, Nasdem, PPP, PKB, dan Golkar.

Sementara itu, partai yang mempertimbangkan karena dinilai melemahkan KPK hingga penyalahgunaan kekuasaan adalah Gerindra dan Demokrat.

Sedangkan partai yang mengusung Anies Baswedan, turut terlibat menjadi inisiator. Jadi, apakah gagasan KPK yang harus dikembalikan menjadi lembaga independen hanya sebatas komoditas politik saja?

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI