Suara.com - Ketua DPD Partai Demokrat DKI Jakarta, Mujiyono menyatakan menolak usulan gubernur Jakarta ditunjuk oleh presiden yang tertuang dalam Rancangan Undang-Undang tentang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ). Ia meminta Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tetap digelar di Jakarta meski tak lagi berstatus ibu kota.
Oleh karena itu, jika nantinya usulan itu benar-benar diterapkan, artinya Indonesia khususnya Jakarta telah mengalami kemunduran dalam demokrasi.
"Penunjukan Gubernur oleh Presiden merupakan kemunduran dalam demokrasi. Demokrat Jakarta berpandangan bahwa Gubernur DKJ haruslah dipilih oleh rakyat secara langsung agar memiliki legitimasi yang kuat," ujar Mujiyono kepada wartawan, Jumat (8/12/2023).
Menurutnya, legitimasi yang kuat sangat diperlukan untuk mengatasi berbagai kompleksitas permasalahan di Jakarta, apalagi nantinya Jakarta akan menjadi pusat perekonomian dan global city.
Baca Juga: Surya Paloh: NasDem Tolak RUU DKJ Prihal Gubernur Jakarta Ditunjuk Presiden
"Pemerintahan Provinsi Jakarta yang lemah akan sangat mudah goyah dan tentunya akan sangat berpengaruh dengan kegiatan masyarakat khususnya di bidang ekonomi," ucapnya.
Ia pun tak terima dengan alasan penghematan anggaran atau biaya politik jika gubernur dipilih presiden. Menurutnya, alasan ini tak bisa diterima dan pemerintah harus lebih menjunjung tinggi nilai demokrasi meski biayanya lebih mahal.
"Pertimbangan biaya pemilihan yang mahal tidak dapat dijadikan alasan untuk membajak suara masyarakat Jakarta dalam memilih pemimpinnya. Proses Demokrasi dibelahan dunia mana pun membutuhkan biaya," katanya.
"Dasar dari Sistem demokrasi adalah rakyat-lah yang menentukan siapa yang diberikan amanah untuk menjalankan pemerintahan. Dengan penunjukan Kepala Daerah artinya hak masyarakat untuk menentukan pilihannya dicabut. Jangan pernah berniat mencabut suara rakyat tersebut," tambahnya.
Diberitakan sebelumnya, usulan pemilihan Gubernur Jakarta dilakukan oleh Presiden tanpa lewat Pilkada usai status ibu kota berpindah yang tercantum dalam RUU DKJ bikin geger publik. Banyak pihak yang kontra dengan usulan ini karena dianggap akan merusak tatanan demokrasi.
Baca Juga: Sebut RUU DKJ Bukti Kemunduran Demokrasi, Hamdan Zoelva: Ada Skenario Besar
Belakangan, terungkap ternyata usulan ini awalnya berasal dari induk organisasi-organisasi masyarakat betawi yang belum lama dibentuk, yakni Majelis Amanah Persatuan Kaum Betawi (MAPKB). Organisasi ini diketuai oleh Marullah Matali yang diketahui merupakan Deputi Gubernur DKI Bidang Pariwisata dan Kebudayaan.
Hal ini disampaikan oleh Wakil Ketua MAPKB sekaligus Ketua Bamus Betawi 1982, Zainudin alias Haji Oding. Ia menyebut usulan pemilihan Gubernur oleh Presiden ini sudah dibahas dalam internal majelis adat.
"Kita kan di Jakarta ini baru saja menyepakati adanya lembaga adat, yang namanya majelis kaum betawi (MAPKB). Nah saya berharap dari situ kita sudah berembuk di dalam internal majelis adat," ujar Oding saat dikonfirmasi, Jumat (8/12).
"Ada empat usulan itu, yang pertama tentang susunan pemerintahan, kita mengusulkan agar gubernur dan (wakil) gubernur ditunjuk oleh presiden," lanjutnya.
Menurut Oding, pemilihan gubernur dengan ditunjuk presiden tanpa Pemilu akan jauh lebih menghemat anggaran. Selain itu, tak akan ada risiko keamanan selama masa-masa Pilkada.
"Cost (biaya) politik lebih kecil, kemudian dampak keamanan juga dapat dihilangkan gitu," katanya.