Suara.com - Mainan roda empat bernuansa merah muda dan ungu terlihat di teras sebuah rumah kontrakan di Jalan Kebagusan Raya, Jagakarsa, Jakarta Selatan. Mainan itu menjadi saksi bisu pembunuhan empat anak kecil yang diduga dilakukan oleh ayah kandungnya sendiri bernama Panca (41).
Jasad V (6 tahun), S (4 tahun), A (3 tahun) dan A (1 tahun) ditemukan warga dijejerkan di atas kasur dalam kamar dengan kondisi sudah tidak benyawa.
Sementara, Panca ditemukan berbaring di lantai kamar mandi dengan berlumuran darah akibat luka di sekujur tubuhnya. Saksi juga menyebut ada sebilah pisau masih menancap di bagian tubuhnya.
Penemuan tersebut langsung membuat geger masyarakat sekitarnya.
Sebelum melihat empat malaikat kecil sudah terbaring tak bernyawa, tetangga mengetahui adanya pertengkaran antara Panca dan istri berinisial D.
Pertengkaran itu terjadi pada Sabtu (2/12/2023).
Saat bertengkar, Panca mendatangi Ketua RT 03, Yakub untuk berusaha melakukan mediasi.
Kepada Yakub, Panca menyebut ada pria idaman lain di tengah rumah tangganya.
"Cemburu, kalau keterangan suaminya istrinya selingkuh," kata Yakub.
Pertengkaran tersebut berakhir dengan penganiayaan. Menurut keterangan tetangga, ada darah yang ke luar dari hidung D.
Pada momen itu lah D dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan penangan medis. Sementara Panca menemani empat anaknya.
Di hari yang sama, kakak D ternyata membuat laporan KDRT yang dialami adiknya ke Polsek Jagakarsa.
“Laporannya dari kakak D. Terlapornya P dan dia diduga melakukan KDRT,” kata Kapolres Metro Jakarta Selatan, Kombes Ade Ary Syam Indradi di Jagakarsa, Jakarta Selatan, Rabu (6/12/2023).
Ade tidak menjelaskan bagaimana respons dari Polsek Jagakarsa setelah mendapatkan laporan dugaan KDRT tersebut. Hanya saja, ia mendapati laporan, pihak kepolisian belum meminta keterangan dari Panca.
Sebab, saat dimintai keterangan, Panca mengajukan penundaan dengan dalih harus menjaga empat anaknya di rumah disaat D dirawat di rumah sakit.
"Istrinya dirawat sejak Sabtu. Makanya pas kami panggil untuk pemeriksaan, dia belum bersedia,” kata Ade Ary.
Tak disangka, beberapa hari kemudian, warga justru menemukan empat anak Panca sudah tidak bernyawa.
Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Nahar ikut mengomentari perihal pembunuhan anak kandung setelah adanya pertengkaran orang tua.
Nahar berharap peristiwa kelam di Jagakarsa itu menjadi pelajaran bagi seluruh pihak untuk lebih peka apabila mendengar adanya dugaan KDRT.
"Oleh karena itu kenali lalu kemudian lakukan upaya untuk menyelamatkan. Kita berharap semua punya tanggung jawab untuk melindungi anak-anak kita," tuturnya.
Anak Jadi Imbas KDRT
Aksi KDRT bukan hanya merugikan antara suami atau istri. Anak-anak juga termasuk yang menelan imbasnya.
Mengutip dari Antara, psikolog klinis Anggiastri Hanantyas mengungkapkan, ada pengaruh buruk yang dialami seorang anak apabila menjadi saksi mata KDRT orang tuanya sendiri.
"Anak cenderung mengalami gangguan kesehatan mental seperti kecemasan, gangguan stress pascatrauma (PTSD), depresi bahkan pikiran atau perilaku yang mengarah pada upaya bunuh diri," kata Anggiastri.
Sementara itu, pakar psikologi forensik, Reza Indragiri, mengamati motif pembunuhan yang dilakukan Panca terhadap anak kandungnya sendiri.
Reza menilai, pembunuhan dilakukan oleh sang suami sebagai bentuk pembalasan amarah kepada istri.
Sebab, sebelumnya Panca dan sang istri berinisial D sempat bertengkar hebat yang diduga dipicu adanya pria idaman lain (PIL).
Ketidakmampuan Panca untuk melampiaskan amarahnya secara langsung kepada istrinya ini yang kemudian diduga melatari anak menjadi sasaran pengganti.
"Anak-anak pun menjadi korbannya. Korban revenge: karena aku kehilangan, maka giliran istri juga merasa kehilangan. Korban displacement: karena menyalurkan amarah ke istri tak memungkinkan, maka anak menjadi sasaran pengganti," kata Reza saat dihubungi Suara.com, Jumat (8/12/2023).
Opininya itu didukung oleh tulisan darah di keramik yang diduga dibuat oleh Panca. Tulisan yang dimaksud yakni 'Puas Bunda Tx for All'.
Displacement atau adanya pengantin sasaran itu sendiri menurut Reza bisa terjadi secara terencana atau juga bisa secara tidak sadar.
"Displacement bisa dilakukan secara sadar atau terencana maupun tak sadar (unconsciously)," jelasnya.