PKS Tak Rida Gubernur Jakarta Ditunjuk Presiden: Potensi Jadi Ajang KKN

Rabu, 06 Desember 2023 | 12:19 WIB
PKS Tak Rida Gubernur Jakarta Ditunjuk Presiden: Potensi Jadi Ajang KKN
Juru Bicara Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Muhammad Iqbal. (Situs resmi PKS)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tegas menolak kebijakan pemilihan Gubernur Jakarta melalui penunjukan oleh Presiden, bukan pemilihan langsung. PKS khawatir ada potensi kolusi, korupsi, dan nepotisme atau KKN.

Juru Bicara PKS, Muhammad Iqbal memandang usulan gubernur dipilih melalui penunjukan presiden dengan pertimbangan DPRD menjadi sebuah kemunduran bagi demokrasi. Diketahui usulan pemilihan gubernur tersebut tertuang dalam draf Rancangan Undang-Undang tentang Daerah Khusus Jakarta (DKJ).

Ia mengatakan, jumlah penduduk Jakarta yang mencapai 12 juta jiwa dengan APBD hampir Rp 80 triliun harus dipimpin orang yang berkompeten dan memiliki legitimasi oleh rakyat. Sebaliknya, bila proses pemilihan pemimpinnya melalui penunjukan maka berpotensi menjadi ajang KKN.

“Bisa saja suatu saat presiden atau partai pemenang menunjuk keluarga, kerabat atau orang yang tidak memiliki kompetensi memimpin dan ini adalah sebuah celah terjadinya KKN yang melawan amanat reformasi," kata Iqbal kepada wartawan, Rabu (6/12/2023).

Baca Juga: Gubernur Jakarta Bakal Ditunjuk Presiden Langsung, Anies Buru-buru Baca Draf RUU DKJ

Iqbal menegaskan sikap PKS yang menolak RUU tentang Daerah Khusus Jakarta (DKJ). Menurut PKS, RUU tersebut dibuat secara terburu-buru tanpa kajian yang mendalam dan berpotensi merugikan warga Jakarta dan menurunkan kualitas demokrasi di Indonesia.

"PKS sejak awal menolak Undang-Undang IKN, sejak awal konsisten agar Ibu kota tetap di Jakarta dan Gubernur serta Wakilnya harus dipilih oleh rakyat. Bukan ditunjuk Presiden," kata Iqbal.

Penjelasan Baleg

Sekretaris Fraksi PPP DPR RI, Achmad Baidowi. (Suara.com/Bagaskara)
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg), Achmad Baidowi. (Suara.com/Bagaskara)

Sebelumnya, Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg), Achmad Baidowi buka suara menanggapi penunjukan gubernur Jakarta secara langsung, sebagaimana tertuang dalam draf Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Jakarta (DKJ).

Menurut Baidowi atau Awiek, usulan itu tidak terlepas dari hasil diskusi fraksi-fraksi di Baleg saat membahas mengenai kekhususan apa yang akan diberikan kepada Jakarta usai status ibu kotanya dipindahkan ke Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan.

Baca Juga: Begini Penjelasan Baleg DPR soal Gubernur Jakarta Ditunjuk Langsung di Draf RUU DKJ

"Maka kita merujuk pada pasal 14 b Undang-Undang Dasar 1945 bahwa negara kita mengakui satuan daerah khusus dan atau istimewa. Kekhususan yang diberikan kita bersepakat bahwa kekhususan termasuk yang paling utama itu dalam sistem pemerintahannya," kata Awiek di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (5/12/2023).

Awalnya, kata Awiek, memang ada keinginan agar tidak ada Pilkada untuk Daerah Khusus Jakarta. Melainkan pemilihan gubernur melalui penunjukan langsung.

"Tapi kita mengingatkan di Pasal 18 a nya, disebutkan kalau memang nomenklaturnya itu adalah daerah otonom maka kepala daerah itu dilakukan pemilihan secara dilakukan melalui proses demokratis," kata Awiek.

Karena itu, untuk menjembatani keinginan politik antara yang menginginkan kekhususan ditunjuk secara langsung dan kedua supaya kita tidak melenceng dari konstitusi, maka dicari jalan tengah.

"Bahwa gubernur Jakarta itu diangkat diberhentikan oleh presiden dengan memperhatikan usulan atau pendapat dari DPRD sehingga usulan atau pendapat dari DPRD itu DPRD akan bersidang siapa nama-nama yang akan diusulkan. Itu proses demokrasinya di situ," tutur Awiek.

Melalui jalan tengah itu, diharapkan prosws demokrasi tetap akan ada. Menurut Awiek, demokrasi tidak harus bermakna pemilihan langsung.

"Pemilihan tidak lamgsung juga bermakna demokrasi. Jadi ketika DPRD mengusulkan, yaitu proses demokrasinya di situ sehingga tidak semuanya hilang begitu saja,"

Ongkos Mahal Pilkada

Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni, Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat, dan Anies Baswedan-Sandiaga Uno pegang nomor urut di pilkada Jakarta [suara.com/Nikolaus Tolen]
ILUSTRASI Pilkada Jakarta: Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni, Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat, dan Anies Baswedan-Sandiaga Uno pegang nomor urut di pilkada Jakarta [suara.com/Nikolaus Tolen]

Alasan lain pemilihan gubernur Jakarta nantinya tidak melalui Pilkada langsung adalah mahalnya biaya yang harus dikeluarkan.

"Pengalaman DKI Jakarta membutuhkan cost yang cukup mahal karena pilkadanya harus 50 persen plus 1. Lebih baik anggaran yang besar itu digunakan untuk kesejahteraan rakyat, untuk pembangunan karena dengan status non ibu kota itu nanti situasinya pasti berbeda," kata Awiek.

Dalih lainnya adalah pertimgangan banyaknya aset-aset nasional milih pemerintah pusat yang masih ada si Jakarta. Sehingga, kata dia, masih perlu campur tangan dari pemerintah pusat.

"Jadi masih ada keterkaitan antara IKN Nusantara dengan DKJ. Itulah yang kemudian membuat kita win win solution-nya seperti itu," kata Awiek.

Sebelumnya, gubernur Jakarta diusulkan agar dipilih oleh Presiden usai tak lagi menyandang status Ibu Kota. Hal ini tertuang dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Jakarta (DKJ).

RUU ini sudah disetujui oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR RI untuk dibahas di tingkatan selanjutnya. Dalam Bahan Rapat Pleno Penyusunan RUU Provinsi Daerah Khusus Jakarta pada Senin (4/12) kemarin, Gubernur DKJ diusulkan agar tak dipilih oleh rakyat.

"Gubernur dan Wakil Gubernur ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh Presiden dengan memperhatikan usul atau pendapat DPRD," demikian bunyi draf RUU DKJ Ayat (2) Pasal 10, dikutip Selasa (5/12/2023).

Lalu, untuk masa jabatan gubernur dan wakil gubernur masih sama seperti sebelumnya, yakni lima tahun dan bisa menjabat untuk dua periode.

"Masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur selama 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan dan sesudahnya dapat ditunjuk dan diangkat kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan," demikian bunyi pasal 10 ayat 2.

Draf RUU ini masih berupa usulan dan bisa berubah ketentuannya sesuai dengan pembahasan di tingkat legislatif.

Terkait dengan rapat Baleg kemarin, mayoritas alias sebanyak delapan fraksi menyatakan menyetujui pembahasan RUU DKJ dilaksanakan. Sementara, hanya fraksi PKS yang menolak.

Fraksi PKS menilai RUU DKJ perlu dikaji lebih lanjut khususnya dalam hal pengelolaan keuangan daerah dan wewenang khusus yang diberikan kepada Provinsi Jakarta. Jika tidak dibahas secara komprehensif dikhawatirkan ada kecemburuan dari daerah lain.

Sementara, fraksi PKB menyetujui dengan catatan menolak mekanisme penunjukan Gubernur oleh Presiden. Cara ini dianggap akan merusak sistem demokrasi Indonesia.

“Kami menyetujui pembahasan RUU DKJ dengan beberapa catatan. Salah satu catatan kami adalah jangan sampai status baru Jakarta akan mengebiri hak-hak rakyat untuk memilih pimpinan daerah mereka secara demokratis melalui mekanisme pemilu,” ucap Juru Bicara Fraksi PKB Ibnu Multazam dalam keterangan yang diterima.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI