Suara.com - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menyepakati pengesahan perubahan kedua atau revisi atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sebagai undang-undang.
Pengesahan dilakukan dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-10 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2023-2024.
Sebelum pengesahan, Wakil Ketua Komisi I Abdul Kharis menyampaikan laporan Komisi I terkait pembahasan revisi UU ITE. Ia menyebut ada 20 poin perubahan dalam revisi UU ITE.
Berikutnya, setelah laporan Komisi I selesai dibacakan, Wakil Ketua DPR Lodewijk F. Paulus menanyakan persetujuan anggota tentang pengesahan revisi UU ITE menjadi undang-undang
"Apakah Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?" kata Lodewijk yang dijawab setuju di ruang sidang paripurna DPR RI, Senayan, Selasa (5/12/2023).
Setidaknya ada perubahan terhadap 14 pasal eksisting dan menambah 5 pasal baru dalam Undang-Undang ITE.
Kemudian, terdapat 7 poin subtansi dalam revisi UU ITE, berikut rinciannya:
1. Perubahan terhadap ketentuan Pasal 27 Ayat 1 mengenai muatan kesusilaan; l Ayat 3 mengenai muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik; dan Ayat 4 mengenai pemerasan atau pengancaman yang dengan merujuk pada ketentuan pasal dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP.
2. Perubahan ketentuan Pasal 28 Ayat 1 mengenai keterangan menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik.
Baca Juga: Mulai Kampanye Besok, Cak Imin Resmi Cuti sebagai Wakil Ketua DPR RI
3. Perubahan ketentuan Pasal 28 Ayat 2 mengenai menyebarkan berita bohong dan menyesatkan, serta perbuatan yang menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan berdasarkan SARA.