Suara.com - Geert Wilders menjadi calon kuat Perdana Menteri Belanda setelah partainya PVV memenangkan 37 kursi di parlemen dalam pemilihan umum pada pekan ini. Wilders dikenal sebagai politikus sayap kanan yang anti pendatang dan anti Islam. Ia bahkan berencana melarang Al Quran beredar di Belanda.
Wilders, yang kini berusia 60 tahun, dan partainya diketahui ingin melarang pendirian masjid dan jilbab di Belanda. Partainya juga berambisi untuk membawa keluar Belanda dari Uni Eropa, serta akan melarang masuknya para pendatang dari negara lain.
Dalam pidato di hadapan para pendukungnya di Den Haag, Kamis (23/11/2023), Wilders mengatakan kemenangan PVV adalah bukti warga Belanda menolak tsunami pencari suaka di negara tersebut.
"PVV tak lagi bisa diabaikan," kata Wilders, dilansir dari France24.
Baca Juga: Banyak Aksi Perobekan hingga Pembakaran Alquran di Eropa, Apa Sebabnya?
Meski demikian, Wilders sebenarnya masih butuh 39 kursi lagi untuk bisa membentuk pemerintahan dengan suara mayoritas di parlemen. Belanda sendiri memiliki parlemen atau DPR berisi 150 kursi.
Berdasarkan hitung cepat, koalisi Partai Buruh/Hijau berhasil meraih kursi terbanyak kedua (25), disusul oleh VVD - partai asal Perdana Menteri Mark Rutte yang kini berkuasa dan beraliran konservatif, dengan 24 kursi. Di urutan keempat ada partai NSC dengan 20 suara.
Sejauh petinggi VVD dan NSC sudah memberikan isyarat membuka peluang untuk berkoalisi membentuk pemerintahan dengan partai Wilders. Sementara koalisi partai Buruh/Hijau dengan tegas menolak bergabung bersama PVV.
Wilders sendiri ingin menjadi perdana menteri, sembari menegaskan bahwa kebijakan anti imigran dan anti pencari suaka akan menjadi program utamanya.
"Yang terutama adalah pembatasan yang signifikan terhadap suaka dan imigrasi," tegas Wilders dilansir dari The Guardian.
Baca Juga: Profil Mark Rutte, PM Belanda Pernah Minta Maaf Ke Indonesia Kini Mundur
"Ini untuk semua orang Belanda yang memilih kami, yang sudah muak dengan kondisi di dalam negeri beberapa tahun terakhir, yang berpikir bahwa orang Belanda harus kembali menjadi nomor satu dengan kebijakan imigrasi yang lebih ketat," terang dia.
Kemenangan Wilders di Belanda, demikian menurut sejumlah analis, menunjukkan semakin populernya gagasan yang diusung kelompok kanan garis keras di Eropa. Sebelumnya rakyat Italia juga memilih Giorgia Meloni, politikus anti imigran sebagai Perdana Menteri.
Sementara itu, demikian dilansir dari BBC, kemenangan Wilders disambut gembira oleh Perdana Menteri Hongaria Viktor Orban yang dikenal sebagai nasionalis garis keras dan politkus sayap kanan Prancis, Marine Le Pen.
Anti Islam
Wilders sendiri sering dijuluki sebagai Donald Trump-nya Belanda. Ia dikenal dengan pidato-pidatonya yang menyudutkan Islam dan menyalahkan para pendatang sebagai biang masalah di Belanda.
Pada 2016 silam, ia pernah dihukum karena terbukti melakukan diskriminasi karena memimpin demonstrasi untuk mengusir pendatang asal Maroko dari Belanda. Ia pernah mengatakan bahwa Quran sama dengan buku Hitler Mein Kampf, karenanya harus dilarang beredar.
Sementara pada 2008 ia pernah mengatakan bahwa Islam adalah "buah dari kebudayaan terbelakang" dan menyebut pendatang asal Maroko sebagai "sampah".
Meski demikian dalam pemilu baru-baru ini, Wilders dinilai mulai mengurangi penghinaan serta kritiknya terhadap Islam demi meraih simpati dan agar bisa membentuk pemerintahan dengan partai lain.
Tetapi manifesot PVV, partai tempat Wilders bernaung, dengan tegas mengatakan bahwa "Islam harus berkurang dari Belanda" dan untuk mencapai cita-cita itu, maka para pendatang non-Barat harus dilarang msuk ke Belanda dan kebijakan pemberian suaka harus dihentikan total.
PVV juga mendukung gagasan agar Belanda keluar dari Uni Eropa, mengikuti jejak Inggris pada 2020 silam.
Selain itu Wilders juga mirip dengan Trump dalam kebijakan luar negeri. Ia menggaungkan semboyan "Netherlands First" dan berjanji akan menghentikan bantuan militer ke Ukraina, yang kini diinvasi Rusia, jika menjadi penguasa Belanda.