Suara.com - Wajah Edy Wahyudi begitu sumringah saat mendengar kabar jika anak sulungnya Fikri Rofiul Haq, dinyatakan selamat pasca-serangan tentara Israel di Rumah Sakit Indonesia, Gaza bagian utara, Palestina.
Fikri bersama bersama relawan Indonesia lainnya Reza Aldilla Kurniawan dan Farid Zanzabil sebelumnya sempat dinyatakan hilang kontak. Bahkan sempat tersebar kabar jika para relawan Indonesia itu menjadi tawanan tentara Israel.
Namun hal itu terbantahkan, saat Reza menghubungi kantor pusat Mer-C yang berada di Jakarta menggunakan alat komunikasi milik jurnalis setempat.
Edy sendiri terakhir berkomunikasi dengan Fikri dua minggu terakhir, sebelum ia hilang kontak akibat terputusnya signal dan listrik di Gaza bagian utara.
“Sudah hampir dua pekan kami tidak ada komunikasi yang langsung,” kata Edy saat dihubungi Suara.com, Kamis (23/11/2023).
Edy sendiri mengaku mengetahui anaknya saat itu tengah berada di basement RS Indonesia, melakukan aksi kemanusiaan menolong dan merawat para pasien yang sedang dalam perawatan.
Ia mengungkapkan, Fikri bertolak ke Gaza pada 2020 lalu. Ia sendiri tidak tahu jika Fikri ikut berangkat ke Gaza.
Edy yang sejak tahun 2010 berada di Gaza, baru mengetahui jika Fikri berada di Gaza saat ia sudah sampai di sana.
“Dia berangkat Februari, dan saya sendiri tahunya setelah sudah di sana,” kata Edy.
Baca Juga: Mer-C Indonesia Buat Petisi Desak Pemerintah Lindungi RS Indonesia di Gaza, Situasi Makin Darurat
Saat proses evakuasi untuk para relawan akibat peperangan, Edy dievakuasi dari Gaza. Semantara itu, Fikri memutuskan untuk menetap di Gaza melanjutkan misi kemanusiaan.
“Terakhir ketika ada rencana evakuasi, itupun di luar perintah dari saya, tapi memang Fikri merasa Rumah Sakit Indonesia di Gaza itu tidak mungkin ditinggal,” ucapnya.
Alasan Fikri saat itu yakni masih banyak warga atau penduduk Palestina yang membutuhkan perawatan. Sementara jenazah di sekitar RS Indonesia juga begitu banyak.
Sehingga Fikri bersama dua relawan lainnya menyatakan sikap untuk tetap berada di Gaza sampai semuanya betul-betul kondusif.
“Memang dia melihat banyaknya jenazah yang bertebaran di rumah sakit dan luar rumah sakit, kemudian korban-korban yang luka. Jadi dia bilang, ‘hati nurani saya terpanggil’ untuk bagaimana sebagai orang yang memang melihat sisi kemanusiaan,” tutur Edy.
Selama di Gaza sendiri, kata Edy, Fikri berperan dalam membantu menyuplai obat-obatan yang semakin hari stoknya makin menipis. Ia bersama kedua relawan Mer-C lainnya, mencari stok obat-obatan dari suplier yang masih memiliki persediaan.
Selain itu, tugas Fikri lainnya yakni memastikan persediaan makanan atau snack untuk para tim medis tersedia.
“Pekerjaan yang berlanjut dari dokter dan medis itu cukup menguras tenaga. Bahkan ada beberapa dokter yang memang keluarganya sahid. Sehingga mereka tetap dalam kondisi yang tekanan seperti itu, sehingga perlu adanya makanan supaya mereka refresh,” jelas Edy.
Tugas lainnya para relawan yakni memastikan satu dari 3 generator pembangkit listrik di rumah sakit tetap menyalah, buntut terputusnya aliran listrik di wilayah tersebut akibat serangan membabi buta para tentara Israel.
“Terakhir, inisiatif dari mereka adalah bagaimana nih tiga generator RSI ini berfungsi. Paling tidak berfungsi satu lah,” katanya.
“Maka mereka mencari dengan menyalurkan bantuan rakyat Indonesia, dia belikan minyak goreng. Minyak itu digunakan untuk menghidupkan satu dari tiga generator yang ada walaupun itu enggak memadai ya. Paling tidak itu mengurangi beban listrik yang memang yang sifatnya urgen,” imbuhnya.