Suara.com - Kepala Dinas Penerangan TNI AU (Kadispenau) Marsma R. Agung Sasongkojati mengatakan TNI AU berhasil mengevakuasi beberapa bagian dua pesawat Super Tucano yang jatuh di Pasuruan, Jawa Timur.
“TNI AU saat ini sudah berhasil mengangkut beberapa bagian dari pesawat," kata Agung kepada wartawan, Selasa (21/11/2023).
Meski begitu, belum seluruh bagian pesawat dapat dievakuasi. Proses evakuasi terkendala karena cuaca yang ekstrem dan medan yang terjal.
"Namun belum seluruh bagian, karena terkendala masalah cuaca di lokasi. (Medan) yang terjal dan berbukit-bukit sehingga sangat mengganggu proses evakuasi,” jelas dia.
Baca Juga: Profil Marsma Fairlyanto, Danlanud Abdulrachman Saleh Dimutasi Usai Kecelakaan Super Tucano
Sementara itu, untuk Voice and Data Recorder (DAVR) serta Net Centric Data Cartridge (NCDC) sebelumnya telah berhasil lebih dulu diamankan.
Ia menjelaskan, DAVR merupakan sistem yang menyimpan video, suara dan data performance serta mesin pesawat.
Sedangkan CNDC merupakan sistem yang menyimpan suara, video dan tampilan navigasi penerbangan juga sedang dilakukan pendalaman terhadap datanya.
Kata Agung, karena cuaca dan medan sangat ekstrem, maka tim evakuasi memprioritaskan beberapa bagian pesawat yang harus segera dievakuasi yakni kanon pesawat, engine, throttle, kursi lontar serta propeller.
"Pesawat akan dipotong-potong beberapa bagian agar mudah diangkut melalui jalan darat, karena jalan udara dengan helikopter tidak menjadi opsi yang mungkin karena selain faktor cuaca juga lokasi yang ekstrim,” katanya.
Agung berharap proses evakuasi dapat berjalan lancar dalam waktu satu pekan ke depan.
“Diharapkan dalam waktu seminggu kedepan sudah bisa diangkut seluruhnya, dan digelar di bagisn tehnik untuk keperluan penyelidikan,” imbuh dia.
Kronologi Kecelakaan
Sebagaimana diketahui, dua pesawat Super Tucano dilaporkan jatuh pada Kamis (16/11/2023) di Pasuruan, Jawa Timur.
Kecelakaan berawal saat dua pesawat Super Tucano dengan nomor TT-3111 dan TT-3103 hilang kontak sekitar pukul 11.18 WIB. Dua pesawat itu terbang dari Bandara Abdul Rachman Saleh, Malang, pukul 10.51 WIB.
Kepala Dinas Penerangan TNI AU (Kadispenau) Marsekal Pertama R Agung Sasongkojati mengatakan awalnya ada empat pesawat Super Tucano yang terbang dari Bandara Abdul Rachman Saleh, Malang. Keempat pesawat itu terbang dalam formasi yang berdekatan.
"Saat mereka climbing, mereka masuk ke awan, in out in out, artinya awannya itu tipis-tipis aja,” kata Agung.
Setelah itu, Agung mengatakan tiba-tiba kondisi awan menebal dengan pekat. Kondisi itu membuat para awak saling tidak bisa melihat posisi pesawat satu sama lain.
“Awan tiba-tiba menebal dengan pekat sehingga pesawat yang dekat saja, yang jaraknya mungkin sekitar 30 meter, itu tidak kelihatan, karena sangat tebal, dan para penerbang mengatakan blind atau buta, enggak lihat,” ujar Agung.
Agung mengatakan terjadi kondisi blind atau kebuataan pada saat itu. Maka masing-masing pesawat mengambil formasi saling memisahkan diri.
Pada saat memisahkan diri itu lah, terdengar suara emergency locator transmitter (ELT) dari dua pesawat dengan waktu yang berbeda.
“Pada saat mereka menjauhkan diri, terdengar suara ELT, berarti ada sesuatu yang terjadi pada satu pesawat, sejurus kemudian, saya tidak tahu berapa lama, ada suara ELT lagi yang kedua,” tuturnya.
Dua pesawat kemudian dilaporkan berhasil menjauh dan mendarat dengan selamat. Sementara dua pesawat lainnya dilaporkan terjatuh dan menyebabkan empat prajurit TNI gugur.
Keempat prajurit yang gugur dalam kecelakaan itu mendapat kenaikan pangkat anumerta satu tingkat yakni Marsekal Pertama (Anumerta) Subhan, Marsekal Pertama (Anumerta) Widiono Hadiwijaya, Kolonel Pnb (Anumerta) Sandhra Gunawan dan Letkol Pnb (Anumerta) Yuda Anggara Seta