Suara.com - Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri mulai melakukan menyelidiki kasus kebocoran informasi Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) Mahkamah Konstitusi (MK) terkait putusan syarat batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).
Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro menyebut sudah ada lima orang saksi yang diperiksa dalam tahap penyelidikan kasus ini.
"Kami sudah mengklarifikasi lima orang saksi," kata Djuhandhani kepada wartawan, Jumat (17/11/2023).
Djuhandhani tidak mengungkap identitas kelima saksi yang diperiksa. Ia hanya menjelaskan bahwa penyelidikan terkait kasus ini menindaklanjuti laporan Pengacara Pembela Pilar Konstitusi (P3K).
"Laporan sudah kita terima dan saat ini kami sedang melaksanakan penyelidikan," katanya.
Picu Kegaduhan
Sebelumnya sekelompok orang mengatasnamakan P3K melaporkan kasus dugaan kebocoran RPH MK ke Bareskrim Polri. Laporan tersebut diterima dan teregistrasi dengan Nomor: /B/356/XI/2023/SPKT/BARESKRIM POLRI pada Rabu, 8 November 2023.
Maydika Ramadani selaku perwakilan dari P3K mengungkap alasan melaporkan kasus ini karena dianggap telah membuat kegaduhan di masyarakat.
"Kami Pengacara Pembela Pilar Konstitusi (P3K) merasa perlu untuk mewakili masyarakat Indonesia dalam hal membuat laporan kepolisian," kata Maydika kepada wartawan, Kamis (9/11/2023).
Baca Juga: Nasib Malang Anwar Usman, Paman Gibran Dilaporkan ke KPK dan Bareskrim Usai Lengser dari Ketua MK
Maydika juga menilai kebocoran informasi RPH merupakan bentuk pelanggaran berat merujuk Pasal 40 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 sebagaimana diubah menjadi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Mahkamah Konstutusi dijelaskan bahwa RPH. Pasal 40 Ayat 1 tersebut berbunyi; sidang Mahkamah Konstitusi terbuka untuk umum, kecuali rapat permusyawaratan hakim.