Suara.com - Calon Presiden RI, Prabowo Subianto memberikan kode kepada masyarakat bahwa kalau BRICS bisa menguntungkan ekonomi Indonesia tidak ada salahnya untuk bergabung dengan organisasi tersebut. Oleh karenanya, tak ada salahnya jika kita ikut menimbang untung rugi masuk BRICS untuk Indonesia.
Perlu diketahui bahwa Indonesia merupakan negara dalam posisi non blok terhadap perkumpulan geopolitik manapun. Akan tetapi, akan ada perbedaan sikap jika itu terkait dengan masalah ekonomi. Bisa dilihat dari beberapa organisasi berbasis gerakan ekonomi di mana Indonesia bergabung seperti ASEAN dan OPEC.
Sejauh ini Presiden Jokowi sudah mengumumkan bahwa Indonesia baru dalam tahap mempertimbangkan pilihan untuk bergabung atau tidak dengan organisasi tersebut. Lantas seperti apa untung rugi masuk BRICS untuk Indonesia?
Apa itu BRICS?
BRICS adalah sebuah organisasi ekonomi yang terdiri dari negara-negara berkembang utama seperti Brasil, Rusia, India, China dan Afrika Selatan.
Akronim ini awalnya hanya disebut BRIC, diciptakan pada tahun 2001 oleh kepala ekonom Goldman Sachs Jim O'Neill dalam sebuah makalah penelitian yang menggarisbawahi potensi pertumbuhan Brasil, Rusia, India dan Cina.
Setelah Afrika Selatan bergabung dengan BRIC, maka akronim inipun berubah menjadi BRICS.
BRICS didirikan sebagai grub informal pada tahun 2009, sebagai platform bagi anggotanya untuk menantang tatanan dunia yang didominasi oleh Amerika Serikat dan sekutu Baratnya.
Penciptaannya diprakarsai oleh Rusia. Kelompok ini bukan organisasi multilateral formal seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa, Bank Dunia atau Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC).
Baca Juga: Joe Biden Sebut Ekonomi China Memburuk, Tawarkan Kerjasama Dua Negara
Para kepala negara dan pemerintahan negara-negara anggota bersidang setiap tahun dengan masing-masing negara mengambil kepemimpinan bergilir satu tahun dari kelompok tersebut.