Suara.com - Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie menegaskan tugasnya dalam memeriksa dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim telah selesai.
Sebab, dia telah menangani 21 perkara pelanggaran kode etik dan perilaku hakim terkait dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 90/PUU-XXI/2023.
“Jadi, kalau masih ada yang melapor terkait dengan kasus ini, ya itu sudah selesai. Kami sudah tutup buku. Sudah kasih waktu paling telat Sabtu yang lalu. Nah Selasa sudah kami umumkan putusannya,” kata Jimly di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (13/11/2023).
Dengan begitu, lanjut dia, MKMK sudah selesai bekerja meskipun statusnya sebagai ketua MKMK masih berlaku sampai 24 November 2023.
Baca Juga: Menangis Usai Jadi Ketua MK, Suhartoyo: Saya Khawatir
“MKMK ini sudah selesai kerja, jadi tidak perlu melayani lagi dan saya sudah minta sekretariat untuk menjawab bahwa itu sudah selesai, tidak perlu dilanjutkan yang terkait dengan kasus yang kemarin,” ujar Jimly.
Nantinya, jika terdapat perkara kasus baru yang berhubungan dengan kasus lain, akan diserahkan kepada MKMK yang baru.
“Tunggu MKMK permanen dulu. Kalau sekarang ini udah selesai tugas MKMK yang tugasnya Adhoc,” tandas Jimly.
Sebelumnya, Ketua MK Suhartoyo mengaku akan segera membentuk MKMK permanen.
Menurut dia, terwujudkan pembentukan MKMK secara permanen merupakan tuntutan dan harapan masyarakat. Sebab, selama ini MKMK dibentuk secara ad hoc dengan masa tugas selama satu bulan.
Baca Juga: Anwar Usman Absen Pelantikan Ketua MK Suhartoyo, Ada Apa dengan Ipar Jokowi?
"Seperti langkah pembuktian awal dari kami dan sesuai tuntutan dan harapan masyarakat, mk juga akan mempercepat pembentukan mkmk secara permanen," kata Suhartoyo di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (13/11/2023).
Diketahui, Hakim Konstitusi Suhartoyo resmi dilantik sebagai Ketua MK hari ini dalam sidang yang dimulai sekitar pukul 10.21 WIB. Dia menjadi Ketua MK menggantikan Anwar Usman yang dicopot dari jabatannya karena terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik hakim berkenaan dengan putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia minimal calon presiden dan wakil presiden.
"Demi Allah, saya bersumpah bahwa saya akan memenuhi kewajiban Ketua Mahkamah Konstitusi dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta berbakti kepada nusa dan bangsa," kata Suhartoyo, Senin (13/11/2023).
Sekadar informasi, pelantikan Suhartoyo dilakukan usai Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) menetapkannya sebagai Ketua MK. Selain itu, Saldi Isra juga diputuskan tetap menjadi Wakil Ketua MK.
"Kami menyepakati Ketua MK terpilih adalah Bapak Suhartoyo dan inshaallah akan diambil sumpahnya pada hari Senin," kata Wakil Ketua MK Saldi Isra di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (9/11/2023).
Diberitakan sebelumnya, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menyatakan Anwar Usman melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan pedoman perilaku hakim berkenaan dengan putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden.
“Hakim terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, prinsip keberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan kesetaraan, prinsip independensi, dan prinsip kepantasan dan kesopanan,” kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie di ruang Sidang MK, Jakarta Pusat, Selasa (7/11/2023).
Dengan begitu, Anwar dijatuhi sanksi berupa pemberhentian dari jabatan Ketua MK. MKMK, dalam putusannya memerintahkan Wakil Ketua MK Saldi Isra memimpin penyelenggaraan pemilihan pimpinan yang baru dalam waktu 2 X 24 jam.
“Hakim terlapor tidak berhak untuk mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan Mahkamah Konstitusi sampai masa jabatan hakim terlapor sebagai hakim konstitusi berakhir,” ujar Jimly.
Anwar juga tidak boleh terlibat dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan atau sengketa pemilu dan pilpres.