Suara.com - Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI bersama KBRI Kairo masih berupaya mengevakuasi tiga Warga Negara Indonesia (WNI) dari Jalur Gaza ke Mesir.
Direktur Perlindungan WNI Kemlu, Judha Nugraha mengatakan, dalam upaya evakuasi tiga WNI ini, pihaknya sempat mengalami kesulitan.
Di tengah upaya evakuasi, mereka harus dihadapkan dengan serangan yang terus dilancarkan oleh Israel.
“Iya beberapa kali upaya evakuasi gagal dilakukan karena adanya pertempuran sepanjang jalur evakuasi,” kata Judha saat dikonfirmasi Suara.com, Minggu (12/11/2023).
Baca Juga: Kini Makin Rusak Akibat Rudal Israel, RS Indonesia di Gaza Bakal Mati Total dalam Beberapa Jam
Kesulitan lainnya, lanjut Judha, yakni beberapa kali penutupan yang berada di perbatasan Rafah yang menghubungkan Jalur Gaza dengan Mesir.
Pihak KBRI Kairo maupun perwakilan Kemlu RI tidak mudah untuk dapat masuk ke Jalur Gaza. Sebab hanya orang-orang yang sudah masuk ke dalam daftar yang boleh diizinkan masuk.
“Kesulitan yang dihadapi juga, karena perbatasan Rafah beberapa kali ditutup. Evakuasi juga hanya hanya dilaksanakan jika evacuees sudah masuk dalam daftar yang diizinkan pihak-pihak di Gaza,” katanya.
Judha mengatakan, sampai saat ini masih ada enam orang WNI yang berada di Gaza. Dari enam WNI tersebut, tiga diantaranya memilih bertahan di Gaza.
Mereka tercatat sebagai relawan Mer-C.
Baca Juga: Nasib 380 Bayi Baru Lahir dan 4.600 Ibu Hamil di Gaza, Mereka Butuh Layanan Medis!
“Hingga saat ini kondisi enam WNI tersebut dalam keadaan selamat. Tiga WNI akan segera dievakuasi, sedangkan 3 lainnya memilih tetap tinggal di Gaza. Sebelumnya, Kemlu dan KBRI Cairo sudah berhasil evakuasi empat WNI," tuturnya.
Tidak Ada Tempat Aman di Gaza
Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA) mengungkap untuk saat ini tidak ada satu pun tempat aman di Jalur Gaza. Bahkan rumah sakit pun dianggap sebagai tempat rawan untuk perlindungan warga.
"Tidak ada tempat aman, bahkan rumah sakit dan sekolah juga tidak aman,” kata OCHA melalui akun X resminya, dikutip Minggu (12/11/2023).
OCHA menerangkan, sebanyak 279 sekolah dan 135 fasilitas kesehatan dinyatakan rusak akibat gempuran Israel.
OCHA menekankan, warga sipil dan fasilitas sipil harus selalu dilindungi. Infrastruktur dan layanan penting di Gaza mengalami kerusakan yang signifikan.
Kondisi tersebut mempengaruhi kemampuan masyarakat untuk menjaga martabat mereka.
Sementara itu, Kepala Bantuan PBB, Martin Griffiths menegaskan, tidak ada pembenaran atas tindakan perang di fasilitas layanan kesehatan, yang membuat fasilitas tersebut tidak memiliki aliran listrik, makanan dan air, serta penembakan terhadap pasien dan warga sipil yang berupaya menyelamatkan diri.
"Ini tidak masuk akal, pantas dihukum dan harus dihentikan," tuturnya.