Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap alasan memanggil Ketua Komisi IV DPR RI, Sudin pada Jumat (10/11/2023). Dia disebut akan diperiksa sebagai saksi untuk mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) dan pihak lainnya yang menjadi tersangka korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan).
Direktur Penyidikan KPK Brigjen Asep Guntur mengungkapkan, mereka akan menggali informasi soal aliran uang dugaan korupsi yang menjerat SYL ke Sudin.
"Kami mengikuti ke mana larinya uang-uang yang dikumpulkan atau dikorupsi oleh saudara SYL," kata Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (10/1/2023) malam kemarin.
Ditegaskannya, penyidik KPK tidak hanya fokus pada perkara korupsi SYL dan kawan-kawan, namun menelusuri aliran uangnya.
Baca Juga: Usut Dugaan Korupsi Pengadaan APD Covid-19 di Kemenkes, KPK Sudah Tetapkan Tersangka
"Kami dari penyidik harus menyusuri kemana aliran dana tersebut. Tentunya salah satunya ke Komisi IV DPR tersebut," kata Asep.
Asep memastikan, pemeriksaan tidak hanya berhenti kepada Sudin, namun kepada pihak lain juga bakal didalami.
"Kalau mengenai apakah yang lain juga selain ketua komisi IV yang diperiksa? Tentu, kemana uang itu mengalir, kepada siapa, baik itu orang person-nya, maupun badan hukum, kita akan meminta keterangan," ujarnya.
SYL Tersangka
SYL ditetapkan sebagai tersangka bersama Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementerian Pertanian (Kementan) Muhammad Hatta, dan Sekjen Kementan, Kasdi Subagyono.
Baca Juga: Diduga Ganggu Proses Penyidikan Korupsi SYL, Alasan KPK Cegah Febri Diansyah Cs
Ketiganya diduga melakukan korupsi berupa pemerasan dalam jabatan bersama-sama menyalahgunakan kekuasaan dengan memaksa memberikan sesuatu untuk proses lelang jabatan, termasuk ikut serta dalam pengadaan barang dan jasa disertai penerimaan gratifikasi.
SYL selaku menteri saat itu, memerintahkan Hatta dan Kasdi menarik setoran senilai USD 4.000-10.000 atau dirupiahkan Rp62,8 juta sampai Rp157,1 juta (Rp15.710 per dolar AS pada 11 Oktober 2023) setiap bulan dari pejabat unit eselon I dan eselon II di Kementan.
Uang itu berasal dari dari realisasi anggaran Kementan yang di-mark up atau digelembungkan, serta setoran dari vendor yang mendapatkan proyek. Kasus korupsi yang menjerat Syahrul terjadi dalam rentang waktu 2020-2023. Temuan sementara KPK ketiga diduga menikmati uang haram sekitar Rp 13,9 miliar.